Pengadaan oleh BLUD dan Tantangan Uniknya

I. Pendahuluan

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan salah satu skema kelembagaan yang diinstruksikan pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan publik dengan fleksibilitas pengelolaan keuangan yang menyerupai bad governor sektor swasta. Dengan status hukum yang unik, BLUD memiliki kewenangan untuk menarik, menggunakan, dan mengelola pendapatan sendiri yang diperoleh dari pelayanan, meski tetap berada di bawah pembinaan Pemerintah Daerah (Pemda). Salah satu aspek paling kritikal dalam operasional BLUD adalah proses Pengadaan Barang/Jasa (PBJ), yang harus mengakomodasi prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas, sambil tetap mematuhi regulasi PBJ nasional. Pengadaan oleh BLUD bukan sekadar melaksanakan tender atau penyediaan barang/jasa biasa. Karena karakternya yang semi-otonom, BLUD menghadapi sejumlah tantangan unik: tata kelola keuangan yang harus mengikuti aturan negara dan fleksibilitas unit pelayanan, beban administratif yang kadang tumpang tindih antara peraturan SPSE LKPP dan ketentuan keuangan daerah, hingga kebutuhan menjaga kelangsungan layanan publik yang sangat sensitif. Tulisan ini akan mengupas tuntas proses PBJ oleh BLUD, mulai landasan hukum, karakteristik, hingga tantangan operasional dan strategi mitigasinya.

II. Landasan Hukum dan Regulasi PBJ di BLUD

A. Konsep BLUD dalam Peraturan Daerah

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan unit kerja di lingkungan pemerintah daerah yang diberi fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat. BLUD diatur dalam sejumlah regulasi penting, di antaranya:

  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah;
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.05/2012 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, dan perubahannya.

Inti dari konsep BLUD adalah memberikan ruang otonomi yang lebih besar kepada unit layanan publik agar dapat beroperasi dengan prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Beberapa fitur penting antara lain:

  • Sumber Pendapatan Sendiri: BLUD memiliki wewenang untuk menetapkan tarif layanan berdasarkan perhitungan biaya pokok penyelenggaraan dan margin yang disetujui oleh kepala daerah.
  • Fleksibilitas Pengelolaan: BLUD diperbolehkan untuk memungut, menyimpan, dan menggunakan pendapatan langsung tanpa harus disetorkan ke Kas Daerah terlebih dahulu.
  • Akuntansi Berbasis Akrual: Pelaporan keuangan wajib mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual, sehingga mencerminkan kinerja layanan secara menyeluruh.

B. Regulasi Pengadaan Barang/Jasa

Walaupun bersifat fleksibel, pengadaan barang/jasa (PBJ) oleh BLUD tetap harus mengacu pada regulasi nasional, khususnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 dan perubahannya melalui Perpres No. 12 Tahun 2021. Perbedaan utama PBJ di BLUD dibandingkan OPD reguler antara lain:

  • RUP dan Perencanaan: BLUD menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang terintegrasi dengan Rencana Kerja dan Anggaran (RKAP) tahunan, dengan mempertimbangkan proyeksi layanan dan potensi pendapatan.
  • Pengelola PBJ: BLUD dapat memiliki Unit Pengadaan Barang/Jasa internal (UPPBJ) yang berfungsi mandiri, atau bekerja sama dengan UKPBJ milik pemerintah daerah.
  • Sumber Pendanaan Pengadaan: PBJ oleh BLUD dapat menggunakan kombinasi dana dari APBD dan pendapatan layanan yang dikelola secara langsung oleh BLUD.

Aturan pelaksanaan pengadaan juga mengacu pada prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Dalam beberapa kasus, pengadaan di BLUD harus mempertimbangkan fleksibilitas layanan sambil tetap menjaga kepatuhan pada regulasi.

III. Karakteristik Khusus PBJ oleh BLUD

A. Kombinasi Anggaran APBD dan Pendapatan Layanan

Salah satu ciri utama PBJ di BLUD adalah sumber pendanaannya yang bersifat kombinatif. BLUD menyusun dua jenis pembiayaan:

  1. Subsidi dari APBD: Biasanya untuk program pelayanan dasar yang tidak bisa dipungut biaya dari masyarakat, seperti program vaksinasi massal, layanan kegawatdaruratan, atau pembinaan sosial.
  2. Pendapatan Sendiri BLUD: Berasal dari pembayaran layanan oleh masyarakat, seperti layanan rawat inap, parkir, atau layanan laboratorium.

Karena pendanaannya campuran, perencanaan PBJ harus memperhitungkan asal dana untuk menentukan mekanisme pertanggungjawaban yang sesuai. Belanja yang berasal dari APBD mengikuti ketentuan keuangan daerah, sementara yang berasal dari pendapatan BLUD memiliki fleksibilitas lebih dalam implementasinya.

B. Fokus pada Kualitas Layanan Publik

Berbeda dengan unit pengadaan di OPD reguler yang cenderung fokus pada output administrasi, BLUD memiliki misi utama menjaga kontinuitas dan kualitas layanan publik. Pengadaan diarahkan pada efisiensi pelayanan dan kepuasan pelanggan. Contoh:

  • Pengadaan Alat Kesehatan: Harus sesuai standar akreditasi rumah sakit dan regulasi Kementerian Kesehatan, seperti spesifikasi alat, masa pakai, dan kemudahan perawatan.
  • Pengadaan Obat dan Bahan Habis Pakai: Diperlukan kontinuitas pasokan, pengadaan harus memperhitungkan masa kedaluwarsa, rantai dingin (cold chain), serta harga yang kompetitif.
  • Pengadaan Jasa Layanan IT: BLUD seperti rumah sakit harus memiliki sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) yang berjalan 24/7.

C. Pemisahan Proses Perencanaan dan Eksekusi

BLUD dituntut menerapkan tata kelola pengadaan yang profesional. Untuk itu, penting dilakukan pemisahan antara:

  • Tim Perencana: Bertanggung jawab menyusun RKA/RKAP, RUP, dan menetapkan spesifikasi kebutuhan layanan.
  • Tim Eksekutor: Melaksanakan proses pengadaan, mulai dari pemilihan penyedia, manajemen kontrak, hingga penerimaan barang/jasa.

Pemilahan ini bertujuan menghindari konflik kepentingan, meningkatkan objektivitas evaluasi penawaran, serta memperkuat prinsip akuntabilitas publik.

IV. Tantangan Operasional dalam PBJ BLUD

A. Sinkronisasi Regulasi Pusat dan Daerah

PBJ di lingkungan BLUD menghadapi tantangan besar dalam menyinkronkan antara regulasi nasional dan aturan daerah. Misalnya:

  • Perubahan dalam Perpres PBJ memerlukan pembaruan SOP dan pembelajaran ulang di internal BLUD.
  • Peraturan kepala daerah (Perkada) yang menetapkan batas nilai pengadaan langsung atau prosedur khusus, sering kali tidak seragam antar daerah.

Ketidaksesuaian interpretasi dapat memicu keraguan hukum atau bahkan pemeriksaan aparat pengawas internal maupun eksternal.

B. Tantangan Administrasi dan SDM

Banyak BLUD yang mengalami keterbatasan sumber daya manusia profesional di bidang pengadaan. Persoalan umum meliputi:

  • Kurangnya SDM bersertifikat PBJ: Pegawai belum memiliki kompetensi teknis atau belum mengikuti pelatihan LKPP.
  • Tingginya beban kerja: Jumlah paket pengadaan yang harus ditangani cukup banyak dan kompleks.
  • Pelaporan Ganda: BLUD harus membuat laporan keuangan dalam dua format-ke Pemda dan ke otoritas pusat seperti Kementerian Kesehatan dan LKPP.

C. Kebutuhan SLA dan Layanan Kontinyu

BLUD, khususnya yang menyelenggarakan layanan kesehatan atau kebersihan kota, tidak bisa berhenti beroperasi. Oleh karena itu:

  • Dibutuhkan skema pengadaan emergency atau darurat yang dapat digunakan ketika stok kritikal habis.
  • Perlu adanya kontrak kerangka kerja (framework agreement) untuk pengadaan barang rutin, sehingga proses pengadaan bisa lebih cepat dan efisien.
  • Layanan teknis seperti jaringan IT, listrik cadangan, sistem informasi layanan juga harus ditangani dengan SLA ketat agar tidak terjadi downtime yang merugikan pasien.

D. Pengelolaan Kontrak Payung dan Multi-Annual Contract

Banyak kebutuhan layanan di BLUD bersifat berulang, seperti penyediaan linen rumah sakit, makanan pasien, hingga pengadaan bahan bakar genset. Hal ini membutuhkan kontrak jangka panjang. Tantangannya:

  • Estimasi Kebutuhan: Sulit merinci kebutuhan dua tahun ke depan secara akurat.
  • Ketentuan Volume Variatif: Pengadaan kontrak payung harus memiliki batas minimum dan maksimum volume untuk menjaga fleksibilitas.
  • Manajemen Kinerja Penyedia: Harus ada sistem evaluasi rutin untuk memastikan penyedia tetap menjaga mutu dalam kontrak jangka panjang, termasuk klausul penalti dan penghentian kontrak jika kualitas menurun.

V. Strategi Mitigasi dan Praktik Terbaik

Agar tantangan unik PBJ oleh BLUD dapat dikelola secara efektif, dibutuhkan strategi mitigasi yang komprehensif dan praktik terbaik yang dapat direplikasi di berbagai daerah. Strategi ini mencakup penguatan kelembagaan, adopsi teknologi informasi, penyusunan mekanisme darurat, serta kolaborasi lintas pemangku kepentingan.

A. Penguatan Unit PBJ BLUD

Rekrut Tenaga Ahli

BLUD perlu membentuk Unit Pengadaan Barang/Jasa (UPBJ) tersendiri yang diisi oleh personel bersertifikasi pengadaan dari LKPP. Dengan merekrut SDM yang kompeten, pengelolaan PBJ dapat lebih profesional dan akuntabel. Tidak cukup hanya mengandalkan staf administrasi biasa; pengadaan membutuhkan tenaga yang paham regulasi, mampu menyusun dokumen tender, serta mengelola kontrak secara optimal.

Pelatihan Rutin

Penguatan kapasitas tidak bisa berhenti pada satu pelatihan. BLUD perlu menjadwalkan:

  • Workshop berkala mengenai pembaruan Perpres, Permendagri, dan juknis PBJ BLUD.
  • Pelatihan penggunaan SPSE dan e-katalog.
  • Pelatihan teknis penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK), spesifikasi teknis, dan analisis HPS.

Dengan SDM yang adaptif terhadap regulasi dan teknologi, tantangan PBJ dapat lebih mudah diatasi.

B. Integrasi Sistem Informasi

ERP-Procurement Integration

BLUD idealnya menggunakan sistem perencanaan sumber daya (Enterprise Resource Planning/ERP) yang terintegrasi dengan platform SPSE atau LPSE milik Pemda. Integrasi ini memungkinkan:

  • Perencanaan PBJ sinkron dengan anggaran dan realisasi.
  • Otomatisasi proses pengajuan permintaan barang (PR), pembuatan dokumen kontrak, dan penjadwalan pembayaran.
Dashboard Kinerja

Sistem pelaporan berbasis dashboard digital penting untuk:

  • Memantau realisasi anggaran PBJ.
  • Mengukur capaian indikator kinerja (KPI) dan standar layanan (SLA).
  • Melihat progres tender dan durasi proses pengadaan.

Dengan visualisasi data yang real-time, pimpinan BLUD dapat mengambil keputusan cepat dan akurat.

C. Mekanisme Darurat dan Framework Contract

Kontrak Payung untuk Barang Kritis

Untuk barang yang penggunaannya rutin dan volume tidak pasti (obat, BHP, alat medis), BLUD disarankan:

  • Menyusun kontrak payung tahunan.
  • Menetapkan skema call-off order berbasis stok minimum.
  • Menjamin SLA waktu pengiriman maksimal 24 jam.

Hal ini mencegah kekosongan stok dan mempercepat respon terhadap kebutuhan layanan.

Prosedur Pengadaan Darurat

BLUD harus memiliki prosedur tetap (protap) pengadaan darurat, seperti:

  • SK Kepala BLUD tentang kondisi darurat.
  • Dokumen checklist minimal untuk percepatan approval.
  • Follow-up audit dan laporan pertanggungjawaban secara berkala.

Pengadaan darurat harus cepat namun tetap akuntabel dan terdokumentasi dengan baik.

D. Kolaborasi dengan UKPBJ Pemda dan Stakeholder

Sinergi Proses

BLUD harus membangun kolaborasi struktural dengan UKPBJ pemerintah daerah, khususnya untuk:

  • Paket-paket yang menggunakan dana APBD.
  • Penggunaan aplikasi SPSE yang terpusat.
  • Pelaporan tahunan ke LKPP melalui sistem nasional.
Forum Stakeholder

Kegiatan seperti forum koordinasi, klinik pengadaan, atau rakor teknis penting dilakukan secara berkala. Undang pemangku kepentingan seperti:

  • OPD teknis (Dinas Kesehatan, Bappeda).
  • Dinas Koperasi dan UKM.
  • Asosiasi vendor dan penyedia jasa.

Dengan forum ini, akan tercipta pemahaman yang sama serta memperkuat jaringan penyedia lokal.

VI. Studi Kasus: PBJ di RSUD Kabupaten X

A. Latar Belakang

RSUD Kabupaten X telah berstatus sebagai BLUD sejak tahun 2019. Fokus pengadaan mereka adalah:

  • Obat dan alat medis yang tersedia secara rutin.
  • Layanan kebersihan, laundry, dan pemeliharaan infrastruktur.
  • Kontrak layanan teknologi informasi (HIS dan SIMRS).

PBJ diarahkan untuk mendukung ketersediaan layanan 24 jam dan mempercepat pemulihan keuangan rumah sakit.

B. Implementasi Kontrak Payung Obat

Untuk menjamin kelancaran pasokan obat, RSUD X menyusun kontrak payung tahunan dengan lima penyedia. Fitur utama:

  • Setiap penyedia memiliki kategori obat yang spesifik.
  • Pemesanan dilakukan dengan skema call-off saat stok menipis.
  • SLA maksimal 24 jam sejak purchase order untuk obat esensial.

Selain itu, RSUD X menetapkan buffer stok dan titik pemesanan ulang berdasarkan data pemakaian bulanan.

C. Hasil dan Evaluasi

Dalam dua tahun pelaksanaan, hasil signifikan dicapai:

  • Frekuensi kejadian obat kosong menurun hingga 80%.
  • Penghematan biaya sebesar 12% karena efisiensi logistik.
  • Kepuasan pasien terhadap ketersediaan layanan farmasi meningkat 15%.

RSUD juga mengembangkan aplikasi internal untuk memantau sisa stok di masing-masing unit pelayanan.

D. Pelajaran Berharga

Dari pengalaman RSUD Kabupaten X, terdapat beberapa pelajaran kunci:

  • Perencanaan pengadaan harus berbasis data historis pemakaian, bukan hanya estimasi tahunan.
  • Kolaborasi dengan gudang farmasi pusat mempercepat distribusi antar-unit.
  • Monitoring SLA harus dilakukan dengan sistem digital agar data dapat segera ditindaklanjuti.
  • Kontrak payung efektif untuk barang dengan frekuensi tinggi dan lead time pendek.

Pembelajaran ini bisa menjadi acuan bagi BLUD lain dalam menyusun strategi PBJ yang lebih tanggap dan efisien.

VII. Kesimpulan dan Rekomendasi

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak bisa disamakan begitu saja dengan pengadaan reguler oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya. BLUD beroperasi dalam zona yang kompleks dan dinamis, karena berada di antara dua kepentingan besar: memenuhi regulasi negara dan menjamin kelangsungan layanan publik yang cepat, berkualitas, dan berorientasi pada kepuasan masyarakat.

A. Ringkasan Temuan

  • Pertama, dari sisi landasan hukum, BLUD tunduk pada perpaduan regulasi pusat seperti Perpres 16/2018 dan Perpres 12/2021, serta kebijakan daerah berupa Perda dan Perkada tentang BLUD. Perpaduan ini menuntut kapasitas pemahaman regulasi ganda dari pengelola PBJ di lingkungan BLUD.
  • Kedua, sumber pembiayaan ganda (APBD dan pendapatan layanan BLUD) menimbulkan konsekuensi perencanaan, eksekusi, dan pelaporan yang tidak sederhana. BLUD harus menjaga akuntabilitas tinggi dalam penggunaan dana publik dan fleksibilitas dalam penggunaan dana mandiri.
  • Ketiga, karakteristik pengadaan BLUD sangat khas, karena berhubungan langsung dengan kelangsungan layanan kesehatan, transportasi publik, parkir, dan jenis layanan lain yang menyentuh kebutuhan dasar warga. Maka, PBJ BLUD dituntut untuk presisi dalam kualitas, kecepatan pengadaan, serta fleksibilitas dalam menghadapi kondisi darurat (misalnya saat obat-obatan habis atau peralatan medis rusak).
  • Keempat, dari segi tantangan operasional, BLUD menghadapi kekurangan SDM pengadaan yang kompeten, kesulitan integrasi sistem pelaporan keuangan dan logistik, hingga keterbatasan SOP dalam menangani kontrak jangka panjang atau payung.

Namun demikian, BLUD yang sukses telah membuktikan bahwa penguatan kelembagaan, investasi teknologi, dan kolaborasi aktif dengan UKPBJ, dinas teknis, serta penyedia lokal bisa menjawab tantangan tersebut. Studi kasus RSUD Kabupaten X memperlihatkan bahwa kontrak payung dan sistem call-off yang didukung SLA mampu meningkatkan efisiensi biaya sekaligus kepuasan pengguna layanan.

B. Rekomendasi Strategis

Untuk meningkatkan efektivitas PBJ di lingkungan BLUD, beberapa rekomendasi berikut dapat dipertimbangkan baik oleh BLUD sendiri maupun oleh regulator di tingkat pusat dan daerah:

1. Pemerintah Pusat dan Kementerian Terkait
  • Revisi dan Harmonisasi Regulasi: LKPP, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan perlu menyusun panduan teknis nasional yang secara eksplisit mengatur fleksibilitas PBJ oleh BLUD, termasuk penggunaan dana layanan.
  • Pusat Pelatihan Nasional BLUD Procurement: Dibentuknya pusat pelatihan nasional khusus PBJ BLUD yang fokus pada sektor kesehatan, transportasi, dan pelayanan publik lainnya akan membantu pengembangan kapasitas aparatur.
  • Pengembangan Modul SPSE Khusus BLUD: SPSE versi khusus yang terintegrasi dengan sistem keuangan BLUD akan mengurangi beban laporan ganda dan memudahkan akuntabilitas.
2. Pemerintah Daerah
  • Penguatan UKPBJ sebagai Mitra Strategis BLUD: Tidak cukup hanya mendukung teknis, UKPBJ perlu aktif mendorong reformasi SOP dan pelatihan di unit PBJ BLUD.
  • Anggaran Pelatihan Khusus BLUD: APBD harus mengalokasikan dana untuk pelatihan dan pengembangan SDM pengadaan BLUD secara berkala, terutama terkait kontrak payung, procurement planning, dan sistem logistik.
  • Insentif bagi BLUD Berprestasi dalam PBJ: Pemerintah daerah bisa memberikan penghargaan kinerja kepada BLUD yang mampu meningkatkan efisiensi belanja, mempercepat layanan, dan menjaga integritas proses pengadaan.
3. BLUD sebagai Pelaksana
  • Bangun Unit PBJ BLUD yang Profesional dan Mandiri: Rekrutmen SDM bersertifikat LKPP, pelatihan berkelanjutan, dan sistem kerja yang terstandar mutlak diperlukan.
  • Penerapan ERP dan Integrasi Sistem Pelaporan: Untuk menghindari tumpang tindih administrasi dan mengakselerasi pengambilan keputusan, integrasi sistem keuangan, logistik, dan SPSE harus diwujudkan.
  • Perluas Penggunaan Kontrak Payung: Barang-barang rutin, obat-obatan, bahan laboratorium, hingga jasa kebersihan dan keamanan dapat dimasukkan dalam kontrak jangka panjang dengan skema call-off, yang terbukti menghemat biaya dan mempercepat waktu layanan.
  • Kembangkan Forum Vendor Lokal: BLUD bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal jika aktif membina vendor lokal untuk masuk ke e-katalog sektoral atau katalog lokal.
4. Asosiasi Profesi dan Akademisi
  • Fasilitasi Riset PBJ BLUD: Dunia akademik bisa menjadikan PBJ BLUD sebagai tema riset dan pengabdian masyarakat, menciptakan kebaruan (innovation) dalam prosedur, digitalisasi, dan sistem evaluasi kinerja pengadaan.
  • Bangun Komunitas Praktisi PBJ BLUD: Forum diskusi antar pengelola pengadaan BLUD bisa mendorong penyebaran praktik baik, pembelajaran dari kesalahan, serta akselerasi replikasi sistem yang berhasil.

C. Penutup Reflektif

Pada akhirnya, pengadaan oleh BLUD adalah cerminan kompleks dari reformasi keuangan daerah, desentralisasi layanan publik, dan tuntutan masyarakat atas layanan yang cepat, berkualitas, dan transparan. PBJ bukan hanya kegiatan administrasi atau belanja, tetapi bagian integral dari manajemen layanan masyarakat yang bertanggung jawab.

Dengan pendekatan strategis yang terstruktur, keberanian berinovasi, dan sinergi antar pemangku kepentingan, tantangan PBJ oleh BLUD bukan hanya dapat diatasi, tapi justru dapat menjadi tonggak penting untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan, transportasi, dan berbagai sektor pelayanan dasar lainnya di daerah.

BLUD yang unggul dalam pengadaan akan menghasilkan bukan hanya efisiensi keuangan, tetapi juga transformasi pelayanan. Inilah saatnya pengadaan BLUD tak hanya dilihat dari sisi legalitas, tapi dari kontribusinya bagi kemanusiaan, kesejahteraan, dan keadilan sosial.

Bagikan tulisan ini jika bermanfaat