Pengaruh Inflasi terhadap RAB dan HPS

Inflasi sebagai Tantangan Besar dalam Pengadaan

Dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, dua dokumen yang sangat menentukan keberhasilan proses adalah RAB (Rencana Anggaran Biaya) dan HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Keduanya menjadi dasar alokasi anggaran, pembiayaan kegiatan, hingga penilaian kewajaran harga penawaran penyedia. Namun, ada satu faktor ekonomi yang sering menggerus ketepatan kedua dokumen tersebut tanpa disadari: inflasi.

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dari waktu ke waktu. Ketika inflasi terjadi, daya beli menurun, harga bahan baku meningkat, biaya transportasi naik, dan seluruh rantai pasokan ikut terdampak. Masalahnya, RAB dan HPS sering disusun berdasarkan harga pasar pada waktu tertentu. Ketika inflasi naik, harga tersebut menjadi tidak relevan, terlalu rendah, atau bahkan tidak dapat digunakan lagi.

Banyak instansi pemerintah mengalami kesulitan dalam penyusunan RAB dan HPS akibat inflasi. Kegiatan yang sebelumnya dapat dibiayai dengan anggaran tertentu, mendadak tidak realistis lagi. Penyedia enggan mengikuti harga lama karena biaya produksi mereka meningkat. Akibatnya, pengadaan bisa gagal, penawaran dinyatakan tidak wajar, atau pekerjaan tidak berjalan sesuai kualitas ideal.

Inflasi bukan sekadar angka ekonomi; ia adalah tantangan nyata dalam perencanaan dan pelaksanaan pengadaan. Artikel ini membahas bagaimana inflasi memengaruhi RAB dan HPS serta langkah yang harus dipahami penyusun agar pengadaan tetap akurat, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Memahami Inflasi dan Dampaknya terhadap Harga Barang/Jasa

Inflasi menyebabkan harga barang dan jasa naik secara bertahap atau tiba-tiba, tergantung kondisi ekonomi. Kenaikan ini bisa berasal dari berbagai faktor seperti meningkatnya harga bahan baku global, naiknya upah tenaga kerja, biaya distribusi yang bertambah, hingga perubahan nilai tukar rupiah.

Dalam pengadaan, kenaikan harga ini memengaruhi hampir semua jenis barang dan jasa. Material konstruksi seperti besi, semen, dan baja sangat sensitif terhadap inflasi. Barang elektronik ikut terdampak karena dipengaruhi nilai tukar dolar. Barang operasional kantor pun dapat meningkat harganya meskipun tidak drastis.

Ketika penyusun RAB atau HPS tidak memperhitungkan inflasi, maka harga yang digunakan sering kali tidak realistis. Padahal pengadaan harus mencerminkan harga aktual. Inilah sebabnya inflasi menjadi faktor penting yang harus dipahami sejak tahap perencanaan.

Inflasi Membuat RAB Menjadi Tidak Relevan

RAB adalah perkiraan biaya yang disusun pada tahap perencanaan. Karena disusun jauh sebelum pengadaan dilaksanakan, RAB sangat rentan terhadap perubahan harga akibat inflasi. Jika inflasi tinggi atau harga berubah cepat, nilai dalam RAB bisa menjadi terlalu rendah.

Ketika RAB terlalu rendah, beberapa masalah biasanya muncul:

  • Kegiatan tidak bisa berjalan karena anggaran tidak cukup.
  • HPS menjadi sulit disusun karena harga pasar jauh lebih tinggi dari nilai RAB.
  • Kualitas pekerjaan terancam menurun karena dipaksa menyesuaikan anggaran yang terbatas.
  • Instansi perlu melakukan revisi anggaran, yang dapat menunda proses pengadaan.

Fenomena ini sering terjadi pada proyek konstruksi yang perubahannya dipengaruhi harga material. Dalam situasi inflasi tinggi, angka RAB yang tidak diperbarui dapat membuat perencanaan sangat tidak realistis.

Karena itu, RAB harus mempertimbangkan inflasi atau disusun dengan fleksibilitas yang cukup agar dapat disesuaikan saat pengadaan berjalan.

Inflasi Menggerus Validitas HPS

HPS adalah dokumen yang disusun mendekati pelaksanaan pengadaan. Namun meski disusun lebih dekat dengan waktu pelaksanaan, HPS tetap bisa menjadi tidak valid karena inflasi.

Harga pasar dapat berubah hanya dalam hitungan minggu. Jika survei harga dilakukan satu atau dua bulan sebelumnya dan inflasi terjadi secara signifikan, HPS bisa menjadi tidak sesuai lagi dengan kondisi pasar. Penyedia akan memberikan penawaran yang lebih tinggi, sehingga harga tidak lagi berada dalam rentang kewajaran berdasarkan HPS lama.

Dalam kasus ekstrem, perbedaan harga dapat begitu besar sehingga pengadaan harus diulang karena HPS dinyatakan tidak relevan. Hal ini tentu memakan waktu, tenaga, dan anggaran.

Inflasi menunjukkan bahwa HPS bukan dokumen yang statis. HPS harus selalu dinamis dan mengikuti perubahan pasar terbaru.

Inflasi pada Sektor Konstruksi: Dampak Paling Besar

Sektor konstruksi adalah sektor yang paling sering terdampak inflasi. Material seperti besi, baja, aspal, semen, dan kabel sangat sensitif terhadap perubahan ekonomi global. Ketika inflasi terjadi, harga bahan konstruksi dapat melonjak drastis.

Kenaikan ini memengaruhi semua aspek:

  • Harga satuan material meningkat.
  • Biaya tenaga kerja ikut naik karena penyesuaian UMR dan biaya hidup.
  • Biaya peralatan naik karena komponen impor menjadi mahal.
  • Biaya transportasi naik karena kenaikan harga BBM.

Jika HPS tidak mengikuti perubahan ini, penyedia tidak mungkin memberikan penawaran yang sesuai dengan HPS. Akibatnya, penawaran dianggap tidak wajar atau HPS tidak akurat. Pada banyak proyek konstruksi, inflasi menjadi salah satu penyebab utama perubahan biaya.

Penyusun HPS harus sangat berhati-hati terhadap inflasi di sektor konstruksi dan melakukan survei harga lebih sering.

Inflasi dan Risiko Pengadaan Gagal

Salah satu risiko besar akibat inflasi adalah pengadaan gagal karena tidak ada penyedia yang mengajukan penawaran wajar. Penyedia tidak ingin rugi dengan mengikuti harga HPS yang terlalu rendah, sedangkan pemerintah tidak bisa menaikkan harga tanpa dasar jelas.

Pengadaan bisa gagal jika:

  • Harga penawaran terlalu jauh di atas HPS.
  • Seluruh penawaran dianggap tidak wajar.
  • Tidak ada penyedia yang berminat karena harga terlalu rendah.
  • Pengadaan harus diulang karena terjadi ketidaksesuaian nilai.

Ketika pengadaan gagal, dampaknya tidak hanya administratif tetapi juga menghambat kegiatan operasional, program kerja, dan layanan publik. Semua ini berawal dari ketidakmampuan menyesuaikan RAB dan HPS dengan tekanan inflasi.

Mengapa Inflasi Harus Dipantau Sejak Tahap Perencanaan

Banyak instansi hanya memperhatikan inflasi saat menyusun HPS, padahal inflasi harus dipantau sejak tahap perencanaan. Ketika RAB disusun, penyusun harus memperkirakan potensi kenaikan harga selama proses pengadaan berjalan.

Hal ini sangat penting karena:

  • Waktu dari penyusunan RAB hingga pelaksanaan pengadaan bisa sangat panjang.
  • Harga pasar dapat berubah secara signifikan dalam satu tahun anggaran.
  • Beberapa barang atau pekerjaan memiliki sensitivitas tinggi terhadap inflasi.

Ketika inflasi sudah dipertimbangkan sejak awal, nilai RAB lebih realistis dan tidak perlu revisi berulang kali. Ini membantu pengadaan berjalan lebih lancar karena RAB dan HPS berada dalam rentang harga yang saling mendukung.

Menyesuaikan HPS Berdasarkan Tren Inflasi

Ketika menyusun HPS, penyusun harus memperhatikan tren inflasi bulanan, tahunan, dan sektor-sektor harga yang paling terpengaruh. Data dari BPS menjadi sumber resmi yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian.

Jika inflasi tinggi, penyusun HPS harus:

  • Melakukan survei harga lebih sering.
  • Menggunakan data harga terbaru, bukan data lama.
  • Memperbarui HPS jika terjadi penundaan proses pengadaan.
  • Menentukan rentang harga yang lebih fleksibel.

Dengan cara ini, HPS dapat mencerminkan kondisi pasar dan terhindar dari risiko tidak wajar saat penawaran masuk.

Inflasi dan Perlunya Survei Harga yang Lebih Rutin

Dalam kondisi inflasi tinggi, survei harga tidak bisa dilakukan sekali saja. Penyusun harus memperbarui survei secara berkala, terutama untuk barang yang rentan berubah harga.

Survei yang dilakukan secara rutin akan menghasilkan gambaran harga pasar yang lebih akurat dan memudahkan penyusun dalam menentukan nilai HPS. Auditor juga akan mempertimbangkan survei yang lebih baru sebagai bukti bahwa penyusun HPS benar-benar mengikuti dinamika pasar.

Dengan demikian, semakin tinggi inflasi, semakin tinggi pula kebutuhan untuk melakukan survei harga secara berkala.

Kapan Harus Merevisi RAB dan HPS karena Inflasi?

RAB dan HPS harus direvisi ketika perbedaan antara harga lama dan harga baru terlalu besar. Pada umumnya, selisih harga lebih dari 10 hingga 15 persen dianggap signifikan dan mengharuskan pembaruan HPS.

RAB juga sebaiknya direvisi ketika:

  • Terdapat perubahan harga signifikan pada komoditas utama.
  • Kegiatan tidak dapat dilaksanakan dengan anggaran lama.
  • Pengadaan tertunda cukup lama.
  • Instansi perlu menyesuaikan perencanaan anggaran dengan kondisi baru.

Revisi ini bertujuan agar seluruh proses pengadaan tetap relevan dengan harga yang berlaku.

Inflasi Harus Menjadi Pertimbangan Utama dalam Setiap Tahap Pengadaan

Inflasi memiliki dampak besar terhadap validitas RAB dan HPS. Jika harga pasar berubah namun dokumen anggaran tetap, proses pengadaan menjadi tidak realistis, tidak wajar, dan berisiko gagal. Karena itu, RAB dan HPS harus selalu mempertimbangkan dinamika inflasi, baik di tingkat nasional maupun sektor tertentu.

Penyusun RAB harus membuat perencanaan yang fleksibel dan realistis, sementara penyusun HPS harus melakukan survei harga berkala dan memperbarui dokumen sesuai kondisi pasar terbaru. Dengan memahami dan mengantisipasi inflasi, pengadaan dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan aman dari temuan audit.

Bagikan tulisan ini jika bermanfaat