Menghitung volume pekerjaan konstruksi adalah salah satu tahapan paling penting dalam perencanaan proyek. Dari volume inilah seluruh perhitungan biaya, RAB, HPS, hingga kebutuhan material dan durasi pekerjaan diturunkan. Namun pada kenyataannya, menghitung volume konstruksi bukan hal yang mudah. Banyak instansi menghadapi persoalan karena volume pekerjaan tidak dihitung berdasarkan kondisi lapangan yang sebenarnya, sehingga angka dalam RAB sering tidak realistis. Beberapa proyek mengalami kekurangan material, sebagian lain justru mengalami kelebihan bayar. Hal-hal seperti ini sangat sering menjadi perhatian auditor karena volume pekerjaan adalah komponen yang sangat mudah diverifikasi, baik melalui dokumen maupun pemeriksaan fisik.
Kesalahan dalam menghitung volume pekerjaan bisa berdampak mahal. Jika volume terlalu kecil, pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan benar karena material kurang atau durasinya tidak cukup. Kontraktor mungkin akan meminta addendum yang kemudian menjadi temuan bagi instansi. Jika volume terlalu besar, negara bisa membayar lebih dari yang seharusnya. Auditor biasanya akan membandingkan volume dalam RAB dengan kondisi lapangan. Ketika mereka menemukan perbedaan yang signifikan, muncul temuan terkait ketidaktepatan perencanaan, kelebihan bayar, atau ketidaksesuaian pekerjaan dengan dokumen. Oleh karena itu, memahami cara menghitung volume pekerjaan konstruksi dengan benar adalah hal yang wajib bagi perencana teknis, PPK, maupun penyusun RAB.
Menghitung volume konstruksi harus dimulai dari langkah pertama yang paling mendasar, yaitu memahami gambar rencana. Tidak mungkin menghitung volume tanpa memahami desain teknis, denah, potongan, detail, dan spesifikasi material yang digunakan. Banyak kesalahan volume terjadi hanya karena pembaca gambar tidak memahami skala atau mengabaikan detail gambar. Dalam desain bangunan, misalnya, satu perbedaan ketebalan dinding dapat mengubah volume plesteran, acian, pengecatan, dan pasangan batu. Dalam desain jalan, perubahan kemiringan permukaan dapat mengubah volume galian dan timbunan. Oleh karena itu, langkah pertama dalam menghitung volume adalah membaca gambar dengan teliti.
Setelah memahami gambar, langkah berikutnya adalah melakukan survei lapangan. Penghitungan volume tidak boleh hanya berdasarkan gambar karena kondisi lapangan sering berbeda dari desain yang dibuat. Permukaan tanah mungkin tidak rata, profil sungai mungkin berbeda, atau jarak antar titik mungkin lebih panjang atau lebih pendek dari yang tertulis di dokumen lama. Dalam pekerjaan galian, misalnya, volume sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah. Jika tanah padat, volume galian bisa berbeda dengan tanah lunak. Selain itu, volume timbunan bisa bervariasi karena pemadatan. Auditor biasanya memeriksa foto dan catatan survei lapangan untuk memastikan volume yang dihitung berbasis fakta.
Setelah survei dilakukan, langkah berikutnya adalah membuat daftar seluruh item pekerjaan. Volume konstruksi bukan hanya panjang, lebar, dan tinggi, tetapi juga seluruh pekerjaan yang melekat pada item tersebut. Sebagai contoh, sebuah dinding tidak hanya dihitung volume pasangan batanya, tetapi juga volume plesteran, acian, dan pengecatan. Banyak kesalahan volume muncul karena menyederhanakan pekerjaan. Padahal satu elemen konstruksi bisa memiliki banyak pekerjaan tambahan. Kesalahan seperti ini biasanya ditemukan auditor saat mereka membandingkan daftar volume pekerjaan dengan daftar harga satuan dalam RAB.
Dalam pekerjaan galian tanah, volume harus dihitung berdasarkan panjang area yang digali, lebar galian sesuai desain, dan kedalaman galian. Kesalahan yang sering terjadi adalah menggunakan lebar galian ideal tanpa mempertimbangkan kebutuhan ruang kerja. Dalam kenyataannya, galian sering kali lebih lebar dari desain karena ada kebutuhan ruang bagi pekerja dan alat. Auditor sering menemukan bahwa volume galian di RAB tidak sesuai dengan kondisi lapangan karena selisih perhitungan seperti ini. Namun perbedaan harus tetap memiliki batas wajar dan didukung penjelasan teknis yang masuk akal, bukan sekadar klaim.
Dalam pekerjaan pasangan batu atau pasangan bata, volume dihitung berdasarkan panjang x tinggi x tebal. Namun meskipun rumusnya sederhana, kesalahan sering terjadi karena dinding tidak selalu berukuran sama. Ada bukaan pintu, bukaan jendela, dinding yang tidak penuh, dan sambungan. Volume yang ideal harus mengurangi luas atau volume bukaan tersebut. Auditor sering mencatat temuan ketika volume pasangan batu atau bata dihitung penuh tanpa mengurangi bukaan. Hal ini dianggap sebagai ketidaktelitian dalam perencanaan yang berpotensi menimbulkan kelebihan bayar.
Pekerjaan beton bertulang memerlukan ketelitian ekstra karena volume beton belum termasuk volume besi. Volume beton biasanya dihitung berdasarkan ukuran balok, kolom, pelat lantai, fondasi, atau struktur lainnya. Setelah volume beton dihitung, kebutuhan besi harus dihitung terpisah berdasarkan detail penulangan. Kesalahan besar sering terjadi ketika besi tidak dihitung berdasarkan detail penulangan, melainkan berdasarkan perkiraan persentase. Auditor sering menolak perhitungan seperti ini karena tidak berbasis dokumen desain teknis. Dalam proyek konstruksi besar, detail penulangan harus dihitung berdasarkan jumlah batang, panjang setiap batang, diameter besi, dan pola pemasangan.
Pekerjaan plesteran dan acian dihitung berdasarkan luas permukaan dinding, bukan volume. Banyak perencana pemula keliru menghitung pekerjaan ini sebagai volume, padahal yang benar adalah luas. Plaza ini harus dihitung berdasarkan panjang dinding dikalikan dengan tinggi, kemudian dikurangi luas bukaan. Begitu pula pekerjaan pengecatan dihitung berdasarkan luas permukaan yang dicat. Auditor sangat teliti terhadap pekerjaan finishing seperti ini karena sering ditemukan volume berlebih.
Dalam pekerjaan jalan, ada banyak jenis volume yang berbeda. Volume lapis pondasi, lapis permukaan, dan lapis perkerasan harus dihitung berdasarkan ketebalan desain. Kesalahan umum muncul ketika perencana tidak memasukkan variasi ketebalan yang sering terjadi di lapangan, misalnya karena kontur tanah berbeda. Untuk pekerjaan jalan, volume material timbunan harus dihitung bukan hanya berdasarkan desain tetapi juga mempertimbangkan faktor susut dan pemadatan. Penyedia sering menggunakan alasan pemadatan untuk menambah volume, tetapi auditor hanya menerima perhitungan yang berdasarkan standar teknis yang jelas dan dokumen hasil uji pemadatan.
Untuk pekerjaan drainase, volume beton atau pasangan batu dihitung berdasarkan panjang saluran dan dimensi penampang. Namun volume galian dan timbunan juga harus dihitung sesuai lebar galian dan kedalaman saluran. Banyak proyek drainase yang bermasalah bukan pada struktur salurannya, tetapi pada volume galian dan timbunan yang tidak dihitung secara akurat. Auditor mudah menemukan temuan jika galian nyata jauh lebih besar atau kecil dari yang tertulis di dokumen.
Selain itu, penghitungan volume harus mempertimbangkan faktor kehilangan material atau waste. Dalam konstruksi, selalu ada material yang tidak dapat digunakan sepenuhnya, seperti potongan besi, pecahan bata, atau tumpahan beton. Namun waste tidak boleh dihitung sembarangan. Dalam audit, waste harus berdasarkan standar, bukan angka asal. Jika volume beton ditambah 10 persen tanpa penjelasan teknis, auditor akan menilai perencanaan tidak valid.
Setelah semua volume dihitung berdasarkan gambar dan survei lapangan, langkah berikutnya adalah mengonversi volume ke satuan standar. Volume konstruksi biasanya dinyatakan dalam meter kubik, meter persegi, meter panjang, unit, atau kilogram. Kesalahan konversi satuan adalah salah satu kesalahan paling umum dan sering sekali ditemukan auditor. Misalnya salah mengubah centimeter menjadi meter atau salah mencatat volume dari tabel gambar. Untuk itu, setiap perhitungan volume harus dicek ulang oleh tim perencana atau diverifikasi oleh personel teknis lain.
Penghitungan volume yang benar juga harus mempertimbangkan konsistensi antar dokumen. Volume yang ditulis dalam spesifikasi teknis harus sama dengan volume dalam RAB, HPS, dan gambar kerja. Banyak proyek bermasalah karena volume di gambar berbeda dengan volume di RAB. Bahkan auditor sering menemukan bahwa volume di kontrak berbeda dengan volume dalam dokumen pemilihan. Ketidaksesuaian seperti ini adalah indikator bahwa dokumen tidak disusun dengan cermat dan akan menjadi temuan administrasi.
Setelah volume difinalisasi, dokumentasi penghitungan harus dilampirkan. Di sinilah banyak instansi lemah. Mereka hanya mencantumkan angka volume tanpa menunjukkan perhitungannya. Auditor biasanya meminta catatan perhitungan volume sebagai bukti bahwa pekerjaan direncanakan dengan benar. Tanpa dokumentasi, perhitungan dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dokumentasi perhitungan bisa berupa lembar hitung manual, spreadsheet, foto lapangan, catatan survei, atau gambar dengan anotasi volume.
Penghitungan volume juga harus mempertimbangkan risiko perubahan lapangan. Dalam konstruksi, kondisi lapangan sangat dinamis. Ada potensi perubahan desain, perubahan bentuk tanah, atau kendala teknis. Namun risiko tidak boleh menjadi alasan untuk menghitung volume berlebihan. Sebaliknya, volume baseline harus tetap pada angka realistis berdasarkan desain. Jika perubahan lapangan terjadi di kemudian hari, volume dapat diubah melalui addendum dengan bukti kuat. Auditor biasanya membedakan antara kesalahan perencanaan dan perubahan lapangan. Perubahan lapangan diterima jika didukung justifikasi teknis yang jelas.
Pada akhirnya, menghitung volume pekerjaan konstruksi dengan benar bukan hanya kemampuan teknis, tetapi juga kemampuan memahami hubungan antara desain, kondisi lapangan, dan standar kerja. Volume bukan sekadar angka, melainkan representasi dari pekerjaan nyata yang akan dilakukan. Ketika volume dihitung secara akurat, RAB menjadi realistis, HPS menjadi kuat, penyedia memahami lingkup pekerjaan dengan jelas, dan kontrak dapat dijalankan tanpa kendala. Auditor pun akan menilai bahwa perencanaan dilakukan dengan baik, terstruktur, dan akuntabel.
Kemampuan menghitung volume pekerjaan konstruksi secara akurat merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki oleh siapa pun yang terlibat dalam proyek. Dengan ketelitian, survei yang baik, pemahaman gambar teknis, dan dokumentasi yang rapi, kesalahan dalam perhitungan volume dapat diminimalkan bahkan dihindari sepenuhnya. Ketika volume dihitung dengan benar, seluruh proyek akan berjalan lebih lancar, lebih efisien, dan lebih transparan.







