Negosiasi harga dalam pengadaan publik bukan sekadar soal tawar-menawar; ia adalah proses yang harus dibangun di atas data, analisis, dan dokumentasi yang memadai. Salah satu elemen paling krusial dalam persiapan adalah HPS — Harga Perkiraan Sendiri — yang berfungsi sebagai tolok ukur kewajaran harga sebelum, selama, dan setelah negosiasi. Ketika PPK atau PP melakukan negosiasi tanpa persiapan HPS yang memadai, berbagai risiko bisa muncul: dari kerugian anggaran, masalah kualitas, hingga potensi pelanggaran prosedur dan sengketa pemeriksaan audit. Artikel ini menguraikan secara rinci berbagai risiko tersebut, mengapa HPS penting, contoh kasus nyata, serta bagaimana mengurangi dan mengelola risiko jika HPS tidak sempat disiapkan secara ideal. Penjelasan disusun dengan bahasa sederhana dan naratif deskriptif agar mudah dipahami oleh pelaksana pengadaan di lapangan.
Memahami HPS dan fungsinya dalam proses negosiasi
HPS adalah perkiraan harga yang disusun sendiri oleh pihak pembeli sebagai acuan internal untuk menilai kewajaran penawaran dari penyedia. HPS bisa bersifat sederhana untuk paket kecil atau dibuat secara lebih formal untuk paket bernilai besar, dan biasanya disusun dengan merujuk pada berbagai sumber seperti harga pasar setempat, price list pabrik, kontrak sebelumnya, toko daring, atau perkiraan teknis dari ahli (engineer estimate). HPS bukan angka yang mutlak tetapi merupakan pedoman penting agar proses negosiasi tidak berjalan buta dan agar keputusan pembelian dapat dipertanggungjawabkan. Ketentuan mengenai penetapan referensi harga dan HPS juga diatur dalam pedoman E-Purchasing sehingga persiapan ini menjadi bagian wajib dari tahapan persiapan pengadaan. Tanpa HPS, buyer kehilangan tolok ukur objektif untuk membandingkan penawaran dan menilai apakah harga yang diberikan wajar atau tidak. HPS membantu merumuskan strategi negosiasi, misalnya titik anchoring untuk tawaran awal, batas bawah yang bisa diterima, dan batas atas yang menandakan perlu adanya verifikasi lebih lanjut. HPS juga memudahkan dokumentasi alasan pemilihan penyedia karena menunjukkan bahwa pilihan harga bukan semata-mata preferensi subyektif tetapi didasarkan pada perbandingan data pasar dan asumsi yang dapat dijelaskan.
Risiko finansial: pemborosan anggaran dan nilai yang hilang
Risiko finansial adalah yang paling mudah terlihat ketika negosiasi dilakukan tanpa HPS. Tanpa acuan HPS, PP/PPK berisiko menerima harga yang jauh di atas nilai pasar sehingga anggaran publik terserap lebih besar dari kebutuhan seharusnya. Pemborosan semacam ini tidak selalu muncul sebagai selisih kecil; pada paket bernilai besar, perbedaan persentase kecil pada unit price bisa berubah menjadi angka yang sangat signifikan saat dikalikan volume. Selain itu, tanpa HPS tidak ada dasar yang kuat untuk menuntut justifikasi kenaikan harga dari penyedia, sehingga kemampuan untuk memperkecil margin berlebih menjadi lemah. Lebih jauh lagi, penggunaan dana yang tidak efisien dapat berdampak pada proyek lain karena pergeseran anggaran. Dalam konteks organisasi yang memiliki anggaran tetap, pemborosan di satu paket mungkin berarti pengurangan kualitas atau kuantitas di paket lain, atau penundaan kegiatan penting. Akuntabilitas anggaran menjadi terganggu jika pembelian dilakukan tanpa alasan yang jelas dan tanpa dokumentasi perbandingan pasar, yang pada akhirnya membuka kemungkinan pertanyaan saat audit.
Risiko administratif dan kepatuhan prosedural
Proses pengadaan publik diatur oleh prosedur yang ketat untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi. HPS merupakan salah satu dokumen pendukung persiapan yang seharusnya diunggah dan menjadi basis penilaian selama negosiasi di platform E-Purchasing. Ketika negosiasi berjalan tanpa HPS yang layak, dokumen persiapan menjadi tidak lengkap, dan proses administrasi rentan dipertanyakan. Hal ini meningkatkan kemungkinan temuan administrasi yang tidak menguntungkan saat pemeriksaan internal atau eksternal. Ketidaklengkapan administrasi juga mempersulit PPK untuk menilai hasil negosiasi secara objektif. Dalam sistem, ada batas waktu untuk pengajuan hasil negosiasi dari PP ke PPK dan kewajiban untuk melampirkan bukti pendukung. Tanpa HPS, PPK mungkin harus menolak atau mengembalikan hasil negosiasi untuk pelengkapan, sehingga menimbulkan keterlambatan proses yang merugikan pelaksanaan kebutuhan. Selain itu, kurangnya HPS mengurangi kemampuan organisasi untuk menunjukkan bahwa proses telah mengikuti pedoman, yang berdampak pada reputasi kepatuhan institusi.
Risiko kualitas dan kesesuaian spesifikasi
HPS tidak hanya soal angka; penyusunan HPS yang baik biasanya melibatkan klarifikasi teknis mengenai spesifikasi yang dibutuhkan. Saat negosiasi dilakukan tanpa HPS, seringkali klarifikasi teknis juga terabaikan atau tidak terdokumentasi dengan baik. Akibatnya, ada potensi penyedia menawarkan produk atau jasa yang tidak sepenuhnya sesuai kebutuhan tetapi dibeli karena harga menarik atau karena proses negosiasi dipercepat. Kegagalan dalam memastikan kesesuaian spesifikasi dapat menimbulkan masalah kualitas yang nyata pada tahap penggunaan: barang cepat rusak, performa tidak sesuai, atau biaya pemeliharaan menjadi tinggi. Produk yang tidak tepat guna juga dapat menghasilkan biaya tersembunyi yang lebih besar daripada selisih harga yang dihemat pada saat pembelian. Di sisi lain, jika spesifikasi terlalu longgar karena tidak diuji melalui HPS, penyedia mungkin menawarkan alternatif yang murah namun tidak memenuhi kriteria mutu yang semestinya.
Risiko operasional dan keterlambatan pengadaan
Negosiasi tanpa HPS cenderung kurang terstruktur sehingga keputusan yang diambil bisa memerlukan koreksi atau klarifikasi tambahan setelah penawaran diterima. Koreksi semacam itu memicu proses berulang: permintaan dokumen tambahan, klarifikasi teknis, atau bahkan negosiasi ulang. Semua ini memperpanjang waktu yang dibutuhkan hingga barang/jasa benar-benar tersedia. Dalam situasi di mana waktu menjadi kritis—misalnya untuk keperluan darurat, proyek musim tanam, atau persiapan kegiatan besar—keterlambatan bisa membawa dampak operasional yang signifikan. Selain itu, jika penyedia yang dipilih ternyata tidak mampu memenuhi lead time yang diperlukan karena ketidaksesuaian kapasitas produksi yang tidak dianalisis sebelumnya, pelaksanaan pekerjaan bisa tertunda. HPS yang baik biasanya menilai pula aspek ketersediaan pasar dan lead time sehingga negosiasi mempertimbangkan aspek waktu selain harga. Tanpa itu, risiko keterlambatan meningkat.
Risiko reputasi dan integritas institusi
Pengadaan publik yang menghasilkan keputusan tanpa dasar yang jelas berisiko mencoreng reputasi institusi. Ketika publik, auditor, atau pemangku kepentingan menemukan bahwa barang/jasa dibeli dengan harga jauh di atas pasar tanpa justifikasi, nama baik organisasi bisa dipertanyakan. Reputasi yang rusak tidak hanya berdampak pada kepercayaan publik, tetapi juga bisa menghambat hubungan kerja dengan pemasok kredibel di masa depan. Ketiadaan HPS juga membuka celah bagi tuduhan konflik kepentingan atau praktik favoritisme jika penyedia tertentu terus mendapatkan kontrak dengan harga yang diragukan kewajarannya. Dalam ranah publik, kecurigaan semacam ini harus dihindari karena menimbulkan beban investigasi, potensi sanksi administrasi, atau proses hukum yang memakan sumber daya dan perhatian manajemen.
Risiko hukum, audit, dan sanksi
Pengadaan yang tidak terdokumentasi sesuai ketentuan dapat memicu temuan audit yang berujung pada rekomendasi perbaikan, pemulihan kerugian, atau bahkan sanksi administratif bagi pejabat pengadaan. HPS dan dokumentasi referensi harga merupakan bukti penting bahwa proses pembelian sudah melalui pertimbangan kewajaran harga. Tanpa itu, auditor dapat menganggap keputusan pembelian tidak didukung bukti memadai sehingga merekomendasikan koreksi administrasi atau pemulihan dana. Jika temuan audit mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan prosedur, konsekuensinya bisa lebih berat, termasuk sanksi personal terhadap pejabat terkait. Oleh karena itu, menyusun HPS bukanlah formalitas semata tetapi perlindungan hukum dan akuntabilitas yang nyata bagi institusi dan pejabat yang bertanggung jawab.
Risiko persaingan pasar dan kurangnya leverage negosiasi
HPS yang disusun dengan baik memberi PP/PPK leverage dalam negosiasi karena mereka memiliki acuan yang kuat untuk mendesak penurunan harga atau meminta bukti kenaikan biaya dari penyedia. Tanpa HPS, pihak pembeli kehilangan posisi tawar yang kuat. Penyedia yang menyadari kelemahan ini bisa menetapkan harga lebih tinggi atau enggan memberikan diskon karena tidak ada indikator harga pasar yang dapat dijadikan pembanding. Ketiadaan HPS juga mengurangi kesempatan untuk mengadakan mini kompetisi yang efektif. HPS membantu menentukan apakah perlu memanggil penyedia lain untuk menawar ulang harga atau apakah pilihan penyedia tunggal sudah masuk akal. Tanpa acuan, keputusan untuk mengakomodir penawaran tertentu menjadi lebih rawan bias dan kurang kompetitif.
Dampak nyata dari negosiasi tanpa HPS
Untuk menggambarkan dampak, bayangkan sebuah unit pengadaan membutuhkan peralatan laboratorium khusus. Tanpa menyusun HPS, tim pengadaan hanya mengandalkan harga awal dari satu pemasok yang mengklaim memiliki stok. Harga tampak kompetitif, proses dipercepat karena ada tekanan jadwal, dan pembelian dilakukan. Setelah barang tiba, ditemukan bahwa spesifikasi teknis tidak sepenuhnya sesuai dan beberapa komponen penting tidak termasuk dalam paket. Perbaikan dan pengadaan tambahan diperlukan, sementara anggaran sudah terserap. Pemeriksaan internal menunjukkan tidak ada dokumen HPS, tidak ada bukti perbandingan pasar, dan klarifikasi teknis yang memadai tidak dilakukan. Akibatnya, proses harus diulang untuk sebagian, anggaran tambahan harus dialokasikan, dan pejabat terkait menerima teguran administratif. Ilustrasi semacam ini terutama terjadi pada pembelian barang teknis atau barang yang jarang dibeli sebelumnya, di mana kurangnya persiapan HPS membuat pembeli tidak mampu menilai kewajaran penawaran dan kecukupan spesifikasi.
Mitigasi saat HPS belum sempat dibuat
Meskipun idealnya HPS disusun sebelum negosiasi, ada situasi di lapangan di mana waktu sangat terbatas. Dalam kondisi seperti itu, ada beberapa langkah mitigasi yang bisa diambil untuk meminimalkan risiko: Pertama, segera kumpulkan referensi harga yang cepat tersedia: cek price list pabrik atau distributor, lihat harga di toko daring yang terpercaya, dan tanyakan estimasi teknis dari staf teknis internal atau konsultan singkat. Data cepat ini bukan pengganti HPS formal, tetapi bisa memberi gambaran rentang harga sementara. Kedua, minta struktur pembentuk harga dan bukti transaksi terakhir dari penyedia untuk memverifikasi komponen biaya. Permintaan ini juga berfungsi sebagai bentuk tekanan agar penyedia transparan dalam pembentukan harga. Ketiga, dokumenkan semua komunikasi dan alasan pengambilan keputusan darurat. Catatan tertulis yang menjelaskan urgensi, sumber referensi sementara, dan pertimbangan risiko dapat membantu saat kemudian harus mempertanggungjawabkan keputusan. Keempat, jika memungkinkan, lakukan negosiasi singkat dengan lebih dari satu penyedia (mini kompetisi) untuk meningkatkan kompetisi harga dan mendapatkan pembanding, bahkan bila HPS formal belum ada. Langkah-langkah mitigasi ini tidak menggantikan HPS yang ideal, tetapi membantu mengurangi derajat risiko saat waktu tidak mengizinkan persiapan penuh.
Membangun proses HPS yang cepat dan andal
Agar risiko negosiasi tanpa HPS tidak sering terjadi, organisasi perlu membangun mekanisme praktis untuk menyusun HPS dengan cepat namun andal.
Pertama, buat template HPS standar yang memuat sumber referensi yang boleh digunakan, asumsi-asumsi perhitungan, dan kolom dokumentasi sumber. Template ini mempercepat penyusunan HPS dan memastikan komponen penting tidak terlewat.
Kedua, bangun basis data riwayat transaksi internal agar HPS dapat memanfaatkan harga-harga yang pernah disepakati sebelumnya. Menyimpan riwayat transaksi akan memperkaya acuan pasar dan mengurangi pekerjaan saat harus menyusun HPS untuk produk yang pernah dibeli.
Ketiga, latih tim pengadaan agar terbiasa melakukan survei harga singkat: cek price list pabrik, bandingkan toko daring, dan konsultasikan dengan unit teknis. Praktik survei yang sistematis menjadikan HPS lebih cepat dan lebih akurat
Keempat, jadwalkan waktu khusus dalam siklus perencanaan anggaran untuk penyusunan HPS pada paket-paket utama; ketika perencanaan lebih awal dilakukan, tim pengadaan memiliki waktu untuk menyusun HPS matang sebelum periode pengadaan berjalan.
HPS sebagai pilar pengadaan yang aman dan akuntabel
Negosiasi tanpa persiapan HPS membawa berbagai risiko yang nyata dan beragam: finansial, administratif, kualitas, operasional, reputasi, dan hukum. HPS bukan sekadar angka; ia adalah hasil pengumpulan data, analisis pasar, dan klarifikasi teknis yang memberi dasar bagi keputusan pembelian yang rasional dan bertanggung jawab. Jika HPS tidak sempat disusun, ada langkah mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak, namun ini selalu lebih berisiko dibandingkan dengan persiapan yang memadai. Organisasi publik yang ingin menjaga akuntabilitas dan nilai publik harus memandang penyusunan HPS sebagai bagian integral dari proses pengadaan—sebuah investasi kecil di depan yang melindungi anggaran dan memastikan barang atau jasa yang dibeli benar-benar memenuhi kebutuhan. Dengan dokumentasi yang lengkap dan praktik HPS yang baik, proses negosiasi menjadi lebih transparan, lebih efektif, dan lebih mudah dipertanggungjawabkan bila nanti terjadi pemeriksaan atau evaluasi. Pedoman E-Purchasing menempatkan penetapan referensi harga dan HPS sebagai tahapan penting dalam persiapan negosiasi; mengikuti pedoman tersebut membantu menurunkan risiko dan meningkatkan kualitas pengadaan secara menyeluruh.







