Pendahuluan
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memegang peranan sentral sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap penyusunan, penandatanganan, dan pengendalian kontrak pengadaan. Namun, seringkali kondisi lapangan atau dinamika kebutuhan organisasi menuntut adanya perubahan atas kontrak yang telah disepakati bersama. Pertanyaannya kemudian: sejauh mana PPK diperbolehkan untuk merevisi kontrak, apa saja batasannya, dan bagaimana mekanisme revisi tersebut agar tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan? Artikel ini membahas secara mendalam enam aspek penting terkait kewenangan PPK dalam melakukan revisi kontrak, meliputi dasar hukum, otoritas dan wewenang, jenis perubahan yang diperbolehkan, batasan nilai perubahan, prosedur revisi, hingga tantangan dan strategi pengelolaan revisi kontrak.
1. Dasar Hukum Revisi Kontrak
- Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
- Pasal 54 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan saat pelaksanaan dengan dokumen kontrak (gambar atau spesifikasi teknis/KAK), PPK bersama penyedia dapat melakukan perubahan kontrak yang meliputi penambahan atau pengurangan volume, perubahan jenis kegiatan, perubahan spesifikasi teknis, maupun penyesuaian jadwal pelaksanaan.
- Ayat (2) mengatur bahwa apabila perubahan tersebut menimbulkan penambahan nilai kontrak, maka nilai tambahan tidak boleh melebihi 10% dari nilai kontrak awal.
- Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 9 Tahun 2018
- Pasal 7.13 (Perubahan Kontrak) mempertegas mekanisme perubahan kontrak sesuai Perpres 16/2018 dan menambahkan pedoman teknis bagi PPK dan penyedia dalam menyusun addendum kontrak.
- Lampiran pedoman memberi contoh format addendum serta langkah-langkah verifikasi dokumen perubahan.
- Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2024
- Menguraikan bahwa addendum kontrak hanya dapat dilakukan setelah penetapan pemenang, dengan ketentuan perubahan harus didasarkan pada kondisi nyata di lapangan dan seluruh pihak terkait wajib menandatangani perjanjian addendum.
- Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2024 (Revisi Ketentuan Uang Muka dan Metode Pembayaran)
- Sebagai contoh revisi sebagian ketentuan pembayaran, mengatur batas maksimal uang muka dan mekanisme total usage payment; meski bukan langsung tentang revisi kontrak, perubahan aturan ini mempengaruhi klausul kontrak yang sudah ada, sehingga PPK perlu melakukan addendum untuk disesuaikan.
Dengan fondasi regulasi di atas, PPK memiliki pijakan hukum yang jelas untuk melakukan revisi kontrak, namun harus selalu menjunjung prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kehati-hatian.
2. Otoritas dan Wewenang PPK
- PPK sebagai Penanda Tangan Kontrak
- PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pejabat Pengadaan/Pimpinan instansi untuk menandatangani kontrak dengan penyedia. Sebagai pihak yang memiliki otoritas legal, PPK menjadi penghubung utama antara kebutuhan instansi dan kapabilitas penyedia.
- PPK dalam Manajemen Kontrak
- Salah satu tugas PPK adalah “mengelola dan mengendalikan pelaksanaan kontrak” (Perpres 16/2018 Pasal 11 huruf k). Ini mencakup memastikan mutu, waktu, dan biaya sesuai kontrak, serta memantau segala kondisi yang memerlukan penyesuaian.
- Tipologi PPK (Tipe A, B, dan C)
- Berdasarkan Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2021, PPK diklasifikasikan dalam tiga tipe (A, B, C) sesuai kompleksitas dan nilai pekerjaan. Wewenang revisi kontrak dapat saja lebih ketat untuk PPK tipe C (pekerjaan sederhana) dibanding PPK tipe A (kontrak kompleks), misalnya terkait rentang nilai perubahan yang diperbolehkan tanpa persetujuan lebih lanjut.
- Ruang Lingkup Otoritas Revisi
- Otoritas PPK tidak mutlak unlimited. Untuk perubahan bernilai kecil dan karena kondisi lapangan, PPK dapat menandatangani sendiri addendum. Namun bila revisi melibatkan penambahan nilai melebihi ambang batas atau perubahan substansial (misal skema pembiayaan, jangka waktu lebih dari batas kebijakan), harus mendapat persetujuan Pejabat Pembina Anggaran (PA/KPA) atau bahkan persetujuan lelang ulang.
Oleh karena itu, wewenang PPK dalam merevisi kontrak bersifat proporsional dengan tipologi dan nilai proyek, serta harus sesuai batasan yang ditentukan dalam peraturan.
3. Jenis Perubahan Kontrak yang Diperbolehkan
- Perubahan Kuantitas (Volume)
- Penambahan atau pengurangan volume pekerjaan sesuai realitas lapangan, misalnya ditemukan panjang jalan yang lebih panjang dari Rencana Kerja dan Syarat (RKS).
- Perubahan Spesifikasi Teknis
- Menyesuaikan kualitas bahan atau metode pelaksanaan berdasarkan kondisi lahan, cuaca, atau teknologi terkini-tentu sepanjang tidak merubah fungsi utama hasil.
- Perubahan Jadwal Pelaksanaan
- Perpanjangan waktu kontrak akibat force majeure (bencana alam, pandemi), atau karena modifikasi desain yang memerlukan waktu lebih panjang.
- Penambahan atau Pengurangan Jenis Kegiatan
- Misalnya menambah pekerjaan pengujian laboratorium jika kondisi tanah tidak sesuai spek awal, atau mengurangi komponen pekerjaan yang tidak lagi diperlukan.
- Penyesuaian Metode Pembayaran
- Dalam konteks pembayaran total usage atau berlangganan; meski tidak selalu memerlukan addendum terpisah, ada kalanya bentuk kontrak dan klausul pembayaran harus diubah melalui revisi formal.
Semua jenis perubahan di atas hanya sah jika dituangkan dalam addendum kontrak, memperoleh persetujuan bersama, dan tidak melanggar UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara serta Perpres 16/2018.
4. Batasan Nilai Revisi
- Ambang Batas 10% untuk Penambahan Nilai
- Sesuai Pasal 54 ayat (2) Perpres 16/2018, penambahan nilai akhir kontrak akibat revisi tidak boleh lebih dari 10% dari harga kontrak awal. Jika revisi melebihi 10%, PPK harus merekomendasikan pelelangan ulang atau proses pengadaan baru.
- Penurunan Nilai Tanpa Batas Persentase
- Untuk pengurangan volume atau nilai kontrak, umumnya tidak dibatasi persentase; PPK bisa memangkas nilai kontrak sesuai kebutuhan, selama tidak merubah esensi kontrak.
- Nilai Mutu dan Risiko
- Meskipun penurunan nilai tidak dibatasi, PPK harus memastikan mutu masih terjaga. Pengurangan volume tidak boleh membuat penyedia mengabaikan standar teknis atau kualitas.
- Batas Wewenang PPK Tipe C
- Seringkali organisasi menetapkan batas nilai revisi internal yang lebih rendah untuk PPK tipe C (misal 5%), sehingga di luar batas tersebut perlu eskalasi ke PPK tipe B atau PA/KPA.
- Revisi Kontrak Multiyear
- Pada kontrak tahun jamak, batas 10% juga berlaku per total nilai kontrak, dan ketika addendum mengubah jangka waktu dari single-year menjadi multi-year, perlu persetujuan DPR atau pejabat anggaran sesuai besaran nilai.
Mengetahui batasan nilai revisi penting agar PPK tidak melampaui kewenangannya dan menjaga prinsip efisiensi serta transparansi dalam pengelolaan anggaran.
5. Proses dan Prosedur Revisi Kontrak
- Identifikasi Kebutuhan Revisi
- PPK memantau pelaksanaan lapangan dan mendokumentasikan perbedaan antara kondisi real dan dokumen kontrak awal. Laporan harian/weekly meeting dapat menjadi dasar identifikasi.
- Penyusunan Addendum
- PPK menyusun draft addendum yang memuat: nomor dan tanggal addendum, klausul yang diubah, alasan revisi, nilai perubahan, jadwal revisi, serta lampiran dokumen pendukung (laporan kondisi lapangan, gambar revisi, hasil diskusi teknis).
- Koordinasi dengan Penyedia
- Addendum harus dinegosiasikan dan disetujui kedua belah pihak. PPK dan penyedia menandatangani addendum dalam rapat formal, tercatat dalam Berita Acara Rapat (BAR).
- Persetujuan Internal
- Apabila nilai perubahan melebihi ambang internal PPK, addendum harus mendapatkan pengesahan PA/KPA atau pejabat struktural terkait sebelum diundangkan.
- Pendaftaran dan Pengumuman
- Addendum dikirim ke Unit Pengelola Basis Data Kontrak (UPBJK) di masing-masing instansi atau ke sistem e-procurement agar data kontrak terbaru tercatat secara elektronik.
- Pemantauan Pasca-Addendum
- PPK wajib memantau implementasi perubahan sesuai addendum-termasuk jadwal baru, mutu yang direvisi, dan pembayaran lanjutan.
Prosedur di atas memastikan revisi kontrak berjalan terstruktur, terdokumentasi, dan sesuai regulasi.
6. Tantangan dan Strategi Mengelola Revisi Kontrak
- Tantangan Dokumentasi
- Dokumen lapangan seringkali tidak tersinkronisasi dengan baik, sehingga bukti kebutuhan revisi sulit diarsip.
Strategi: Terapkan sistem laporan elektronik harian dan foto/video geotagging untuk bukti kondisi lapangan real time.
- Dokumen lapangan seringkali tidak tersinkronisasi dengan baik, sehingga bukti kebutuhan revisi sulit diarsip.
- Tantangan Negosiasi
- Penyedia bisa menuntut penyesuaian harga yang tidak wajar, atau enggan menandatangani addendum.
Strategi: Bangun hubungan kolaboratif sejak awal melalui forum diskusi rutin dan kesepakatan klausul kontrak yang jelas mengenai kondisi revisi.
- Penyedia bisa menuntut penyesuaian harga yang tidak wajar, atau enggan menandatangani addendum.
- Tantangan Batas Wewenang
- PPK terjebak antara kebutuhan cepat di lapangan dan batas otorisasi yang ketat.
Strategi: PPK harus memahami tipologi dan kebijakan internal instansi, serta menyiapkan skenario eskalasi persetujuan lebih awal jika nilai perubahan mendekati batas.
- PPK terjebak antara kebutuhan cepat di lapangan dan batas otorisasi yang ketat.
- Tantangan Monitoring Pasca-Revisi
- Risiko penerapan perubahan tidak sesuai addendum-misal kualitas dikompromikan untuk menekan biaya.
Strategi: Libatkan pengawas teknis (Konsultan Supervisi) independen untuk melakukan quality assurance setelah revisi diterapkan.
- Risiko penerapan perubahan tidak sesuai addendum-misal kualitas dikompromikan untuk menekan biaya.
- Tantangan Kepatuhan Regulasi
- Sering muncul pertanyaan apakah revisi tertentu memerlukan proses lelang ulang atau persetujuan DPR.
Strategi: PPK dan tim legal harus selalu memperbarui diri terhadap perubahan regulasi (misal SE LKPP terbaru) dan berkonsultasi dengan Biro Hukum instansi sebelum mengambil keputusan.
- Sering muncul pertanyaan apakah revisi tertentu memerlukan proses lelang ulang atau persetujuan DPR.
Dengan memahami tantangan dan menerapkan strategi proaktif, PPK dapat mengelola revisi kontrak secara efektif tanpa melanggar aturan.
Kesimpulan
Revisi kontrak oleh PPK bukan sekadar proses administratif, melainkan bagian integral dari pengelolaan risiko dan penjaminan kualitas pengadaan barang/jasa pemerintah. Berdasarkan Perpres 16/2018 dan peraturan turunannya, PPK memiliki kewenangan melakukan perubahan kontrak untuk menyesuaikan kondisi lapangan-namun harus memerhatikan batas nilai (maksimum penambahan 10%), jenis perubahan yang diperbolehkan, serta prosedur addendum yang transparan dan terdokumentasi.
Di setiap tahapan-mulai identifikasi kebutuhan, penyusunan addendum, negosiasi, hingga monitoring pasca-revisi-PPK wajib berpegang pada prinsip akuntabilitas dan efisiensi anggaran negara. Tipologi PPK (A, B, C) dan kebijakan internal instansi dapat menambah lapisan batasan wewenang, sehingga perlu disiapkan skenario eskalasi persetujuan sedini mungkin.
Revisi kontrak yang berhasil membutuhkan koordinasi apik antara PPK, penyedia, pengawas teknis, dan unit anggaran. Dengan menerapkan sistem dokumentasi elektronik, forum diskusi rutin, serta quality assurance independen, PPK dapat menavigasi tantangan revisi kontrak dan memastikan hasil akhir pengadaan tetap berkualitas, tepat waktu, serta sesuai anggaran.
Akhirnya, PPK yang memahami ranah kewenangan dan batasannya akan mampu memaksimalkan peran sebagai pengendali kontrak, demi tercapainya tujuan strategis pembangunan nasional melalui pengadaan barang/jasa yang berkualitas dan bertanggung jawab.