Pendahuluan
Selama beberapa tahun terakhir, istilah Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN semakin sering terdengar dalam pembahasan proyek pemerintah. TKDN menjadi salah satu instrumen penting dalam upaya meningkatkan penggunaan produk dalam negeri, memperkuat daya saing industri nasional, dan mendorong kemandirian ekonomi bangsa. Namun, banyak pihak-terutama pelaku pengadaan di instansi pemerintah maupun penyedia-yang masih belum sepenuhnya memahami apa itu TKDN, bagaimana cara menghitungnya, serta apa dampaknya terhadap proses pengadaan barang/jasa.
Secara sederhana, TKDN adalah ukuran seberapa besar porsi nilai produk (barang, jasa, maupun gabungan keduanya) yang berasal dari Indonesia, baik dari bahan baku, tenaga kerja, maupun proses produksinya. Semakin tinggi nilai TKDN, berarti semakin besar kontribusi produk tersebut terhadap ekonomi nasional. Karena itu, pemerintah kini mendorong agar dalam setiap kegiatan pengadaan, aspek TKDN menjadi pertimbangan utama, bukan sekadar formalitas administratif.
Penerapan TKDN tidak hanya penting untuk kepentingan nasional, tetapi juga berdampak langsung pada pelaku usaha lokal. Produk-produk dengan TKDN tinggi berpeluang lebih besar memenangkan tender atau masuk e-katalog. Dengan kata lain, memahami dan menerapkan TKDN bukan sekadar kewajiban, tetapi juga peluang strategis.
Artikel ini akan mengupas secara tuntas apa itu TKDN, dasar hukumnya, cara menghitungnya, manfaatnya bagi negara dan pelaku usaha, serta bagaimana instansi pemerintah dan penyedia dapat memastikan kepatuhan terhadap ketentuan TKDN dalam pengadaan barang/jasa.
1. Apa Itu TKDN dan Mengapa Penting?
TKDN atau Tingkat Komponen Dalam Negeri adalah ukuran yang menunjukkan besarnya kandungan komponen lokal dalam suatu produk barang atau jasa yang dibuat di Indonesia. Nilai TKDN dinyatakan dalam persentase (%) dari keseluruhan nilai produk. Misalnya, jika sebuah produk memiliki TKDN sebesar 60%, artinya 60% dari total biaya produksinya berasal dari dalam negeri-baik bahan baku, tenaga kerja, maupun proses manufakturnya.
Pentingnya TKDN tidak terlepas dari tujuan besar pemerintah dalam memperkuat ekonomi nasional. Selama ini, ketergantungan pada produk impor membuat devisa negara banyak keluar. Dengan mendorong TKDN, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap rupiah belanja negara berputar kembali di dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, serta menghidupkan industri lokal.
Selain itu, TKDN juga menjadi alat ukur daya saing industri nasional. Dengan meningkatnya nilai TKDN, berarti semakin banyak pelaku usaha lokal yang mampu memproduksi komponen atau layanan yang sebelumnya harus diimpor. Ini tentu mendukung kemandirian teknologi dan ekonomi.
Dalam konteks pengadaan barang/jasa (PBJ), TKDN kini bukan lagi sekadar tambahan nilai, melainkan bagian penting dari evaluasi penawaran. Beberapa jenis pengadaan bahkan mensyaratkan TKDN minimum tertentu untuk dapat diikuti oleh penyedia. Dengan demikian, TKDN berperan ganda: melindungi industri nasional sekaligus meningkatkan efisiensi belanja pemerintah.
2. Dasar Hukum dan Kebijakan Terkait TKDN
Ketentuan tentang TKDN diatur dalam berbagai regulasi yang saling melengkapi. Landasan utamanya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN.
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (dan perubahannya dalam Perpres 12 Tahun 2021) juga menegaskan bahwa penggunaan produk dalam negeri wajib diutamakan dalam setiap proses pengadaan. Bahkan, Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 secara khusus mengarahkan seluruh instansi pemerintah untuk mempercepat peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk UMKM.
Regulasi tersebut menegaskan komitmen negara terhadap program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Melalui program ini, pemerintah menargetkan minimal 40% dari belanja pemerintah dialokasikan untuk produk yang memiliki TKDN tinggi.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertugas melakukan verifikasi dan menerbitkan sertifikat TKDN untuk produk-produk dalam negeri. Sertifikat ini menjadi bukti resmi yang dapat digunakan penyedia saat mengikuti tender. Sementara itu, LKPP memastikan sistem e-Katalog dan SPSE memuat informasi TKDN untuk membantu PPK dan Pokja dalam menentukan produk yang memenuhi syarat.
Dengan dasar hukum yang kuat dan dukungan lintas kementerian, penerapan TKDN kini tidak bisa diabaikan. Bagi penyedia maupun instansi, memahami regulasi ini berarti memahami arah kebijakan ekonomi nasional ke depan.
3. Cara Menghitung TKDN
Penghitungan TKDN dilakukan berdasarkan metode yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Secara umum, TKDN dihitung dari proporsi nilai komponen dalam negeri terhadap total biaya produksi suatu barang atau jasa. Rumus sederhananya adalah:
TKDN = (Nilai Komponen Dalam Negeri / Total Nilai Produk) × 100%
Untuk produk barang, nilai komponen dalam negeri meliputi bahan baku lokal, biaya tenaga kerja Indonesia, serta proses manufaktur yang dilakukan di dalam negeri. Sementara untuk jasa, TKDN mencakup penggunaan tenaga kerja lokal, alat atau fasilitas di Indonesia, serta biaya operasional domestik.
Contohnya, jika sebuah produk alat elektronik memiliki total nilai Rp1 miliar, dan dari jumlah tersebut Rp600 juta berasal dari bahan baku dan proses dalam negeri, maka TKDN-nya adalah 60%.
Namun, dalam praktiknya, penghitungan TKDN tidak sesederhana itu. Kemenperin menetapkan formula terperinci sesuai jenis produk. Misalnya, untuk produk teknologi informasi, komponen desain dan software juga diperhitungkan. Sedangkan untuk konstruksi, TKDN dihitung berdasarkan proporsi tenaga kerja lokal dan bahan bangunan domestik.
Hasil penghitungan TKDN harus diverifikasi oleh lembaga independen yang ditunjuk Kemenperin. Setelah itu, penyedia akan memperoleh sertifikat TKDN, yang menjadi bukti resmi dalam proses pengadaan. Sertifikat ini memiliki masa berlaku tertentu dan harus diperbarui bila terjadi perubahan komposisi produksi.
Dengan sertifikat TKDN yang sah, penyedia dapat menunjukkan komitmen pada produk dalam negeri sekaligus memperoleh nilai tambah dalam penilaian tender.
4. Manfaat TKDN bagi Negara dan Pelaku Usaha
Penerapan TKDN membawa manfaat besar, tidak hanya bagi pemerintah sebagai pembeli, tetapi juga bagi dunia usaha dan masyarakat secara luas.
Bagi negara, TKDN membantu menjaga agar belanja pemerintah berputar di dalam negeri. Ketika instansi menggunakan produk lokal, maka dampaknya langsung terasa pada pabrik, pekerja, dan rantai pasok domestik. Setiap rupiah yang dibelanjakan menjadi penggerak ekonomi nasional, bukan sekadar angka dalam laporan anggaran.
Dari sisi industri, TKDN menciptakan dorongan kuat bagi perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi lokal. Penyedia yang meningkatkan TKDN akan lebih kompetitif karena mendapatkan prioritas dalam pengadaan pemerintah. Misalnya, dalam tender yang melibatkan produk impor, penawaran produk dengan TKDN tinggi bisa mendapatkan preferensi harga.
TKDN juga memperkuat rantai pasok nasional. Dengan meningkatnya permintaan terhadap bahan baku dan komponen lokal, banyak sektor penunjang ikut tumbuh-dari logam, elektronik, konstruksi, hingga teknologi informasi. Efek bergandanya luar biasa besar.
Selain itu, penerapan TKDN juga menjadi sarana transfer teknologi. Ketika perusahaan asing ingin berpartisipasi dalam proyek pemerintah, mereka sering diwajibkan melakukan alih teknologi atau bekerja sama dengan industri lokal. Hasilnya, kemampuan teknis tenaga kerja Indonesia ikut meningkat.
Dengan kata lain, TKDN bukan hanya soal angka persentase, melainkan strategi besar untuk membangun kemandirian industri nasional dan kesejahteraan masyarakat.
5. Tantangan dalam Implementasi TKDN
Walaupun konsep TKDN sangat ideal di atas kertas, pelaksanaannya di lapangan tidak selalu mudah. Beberapa tantangan masih dihadapi oleh pemerintah maupun pelaku usaha.
Pertama, kurangnya pemahaman teknis. Tidak semua instansi atau penyedia memahami cara menghitung dan memverifikasi TKDN. Hal ini menyebabkan banyak produk dalam negeri belum tersertifikasi, padahal potensinya besar.
Kedua, proses sertifikasi yang masih terbatas. Lembaga verifikasi TKDN jumlahnya belum banyak, sehingga waktu dan biaya pengurusan sering menjadi kendala, terutama bagi UMKM. Akibatnya, banyak produk lokal yang belum bisa bersaing dalam tender hanya karena belum memiliki sertifikat.
Ketiga, kualitas dan kapasitas produksi lokal. Dalam beberapa sektor teknologi tinggi, komponen lokal masih sulit memenuhi spesifikasi atau volume yang dibutuhkan proyek besar. Kondisi ini sering membuat PPK terpaksa memilih produk impor meskipun ingin menggunakan produk dalam negeri.
Selain itu, pemantauan dan pengawasan terhadap kewajiban TKDN juga masih lemah. Beberapa proyek hanya mencantumkan nilai TKDN dalam dokumen tanpa verifikasi mendalam. Akibatnya, tujuan P3DN tidak sepenuhnya tercapai.
Namun, tantangan ini bukan alasan untuk mundur. Dengan pembinaan industri, percepatan sertifikasi, serta digitalisasi sistem e-Katalog, berbagai kendala itu bisa diatasi. Justru dengan memperbaiki sistem TKDN, Indonesia bisa melangkah lebih cepat menuju kemandirian industri yang berkelanjutan.
6. Cara Pemerintah Mendorong Peningkatan TKDN
Pemerintah tidak tinggal diam melihat tantangan implementasi TKDN. Sejumlah langkah strategis telah diambil untuk mempercepat peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Pertama, melalui program P3DN, pemerintah mewajibkan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menggunakan produk dalam negeri dalam minimal 40% dari total belanja barang/jasa. Capaian ini terus dipantau melalui sistem e-Monev dan dashboard nasional.
Kedua, LKPP dan Kemenperin berkolaborasi untuk menampilkan informasi TKDN secara terbuka di platform e-Katalog. Artinya, PPK dapat langsung melihat produk yang memenuhi syarat TKDN tanpa perlu verifikasi manual. Ini mempermudah proses pengadaan sekaligus meningkatkan transparansi.
Ketiga, pemerintah memberikan insentif dan preferensi harga bagi produk dengan TKDN tinggi. Misalnya, dalam evaluasi penawaran, produk dengan TKDN di atas batas tertentu bisa mendapatkan margin preferensi sehingga peluang menangnya lebih besar.
Keempat, dilakukan pendampingan dan fasilitasi sertifikasi TKDN bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Kemenperin secara rutin membuka program sertifikasi gratis untuk membantu UMKM memperoleh sertifikat resmi.
Kelima, penegakan aturan juga diperkuat. Instansi yang mengabaikan ketentuan TKDN bisa dikenai sanksi administrasi, sementara penyedia yang memberikan data palsu dapat diblacklist dari proses pengadaan.
Dengan berbagai langkah itu, arah kebijakan pemerintah jelas: TKDN bukan hanya jargon, melainkan bagian dari strategi besar menuju kemandirian ekonomi nasional.
7. Strategi Penyedia untuk Meningkatkan TKDN
Bagi penyedia atau pelaku usaha, meningkatkan TKDN bukan hanya untuk memenuhi aturan, tetapi juga sebagai strategi bisnis jangka panjang. Ada beberapa cara praktis yang dapat dilakukan:
Pertama, optimalkan penggunaan bahan baku lokal. Dengan mengganti komponen impor dengan produksi dalam negeri, nilai TKDN otomatis meningkat. Misalnya, menggunakan logam, kemasan, atau komponen elektronik dari produsen lokal.
Kedua, bangun kemitraan dengan industri lokal. Kolaborasi antara perusahaan besar dan UMKM bisa memperkuat rantai pasok dalam negeri. UMKM mendapat akses pasar, sedangkan perusahaan besar memperoleh komponen lokal berkualitas.
Ketiga, tingkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk. TKDN tinggi saja tidak cukup jika produk tidak memenuhi spesifikasi. Oleh karena itu, peningkatan mutu menjadi keharusan agar produk lokal bisa bersaing di pasar nasional maupun internasional.
Keempat, urus sertifikat TKDN resmi dari Kemenperin. Sertifikat ini menjadi bukti sah saat mengikuti tender pemerintah. Tanpa sertifikat, meskipun produk lokal, nilainya tidak bisa dihitung sebagai TKDN.
Kelima, manfaatkan e-Katalog dan P3DN Center untuk memasarkan produk. Produk bersertifikat TKDN akan lebih mudah ditemukan oleh instansi pemerintah yang mencari alternatif produk dalam negeri.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, penyedia tidak hanya memperbesar peluang memenangkan tender, tetapi juga berkontribusi langsung pada pertumbuhan industri nasional.
Kesimpulan
TKDN bukan sekadar angka di atas kertas. Ia adalah wujud nyata dari semangat kemandirian ekonomi dan keberpihakan pada produk dalam negeri. Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa setiap belanja publik membawa manfaat nyata bagi rakyat-mendorong industri tumbuh, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat rantai pasok nasional.
Namun, keberhasilan penerapan TKDN tidak bisa hanya mengandalkan regulasi. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Pemerintah harus memperkuat sistem verifikasi dan pengawasan, sementara penyedia harus berkomitmen meningkatkan kandungan lokal dan menjaga kualitas produknya.
TKDN juga membuka peluang besar bagi UMKM untuk naik kelas. Dengan produk lokal yang semakin kompetitif, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada impor dan menjadi negara yang lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhannya.
Pada akhirnya, memahami dan menerapkan TKDN bukan hanya tentang kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga tentang membangun masa depan ekonomi bangsa yang lebih kuat dan berdaulat. Jika semua pihak berperan aktif, maka setiap proyek pengadaan bukan hanya menghasilkan barang atau jasa, tetapi juga kemajuan bagi negeri.







