ChatGPT dan Otomasi Penyusunan Dokumen Pengadaan

I. Pendahuluan: Revolusi Digital dalam Pengadaan

Transformasi digital telah mengubah wajah tata kelola pemerintahan di seluruh dunia. Di Indonesia, Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) menjadi salah satu fungsi pemerintah yang sangat diuntungkan oleh kemajuan teknologi informasi. Dokumen pengadaan-mulai dari Kerangka Acuan Kerja (KAK), Rencana Umum Pengadaan (RUP), spesifikasi teknis, term of reference, hingga berita acara evaluasi-tradisionalnya memerlukan proses manual yang panjang, rentan human error, dan konsumtif waktu.

Kemunculan model bahasa besar seperti ChatGPT menawarkan terobosan baru. Dengan kecanggihan natural language processing (NLP), ChatGPT dapat membantu menyusun, menyunting, bahkan mengecek kelengkapan dokumen pengadaan secara otomatis. Ini bukan sekadar copy-paste atau pengisian template, melainkan automasi yang memahami konteks, terminologi teknis, serta aturan regulasi PBJ.

Artikel ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana ChatGPT dan teknologi sejenis dapat diintegrasikan ke dalam alur kerja penyusunan dokumen pengadaan untuk mencapai beberapa tujuan penting:

  1. Efisiensi Waktu dan Biaya: Mengurangi beban pejabat pengadaan dalam membuat dokumen administratif berulang.
  2. Konsistensi dan Akurasi: Memastikan format, istilah, dan referensi peraturan terpenuhi secara konsisten.
  3. Kepatuhan Regulasi: Meminimalkan risiko kelalaian terkait ketentuan Perpres 12/2021, Peraturan LKPP, dan PMK.
  4. Peningkatan Kapasitas SDM: Membebaskan waktu staf untuk fokus pada analisis strategis dan mitigasi risiko.

Dalam pembahasan ini, akan dibedah konsep dasar ChatGPT, skenario penggunaan dalam PBJ, arsitektur teknis yang mendukung integrasi, studi kasus implementasi awal, kendala dan mitigasi, serta prospek masa depan. Dengan memahami potensi dan batasannya, instansi bisa menyiapkan roadmap digitalisasi yang lebih matang, memanfaatkan AI sebagai partner pintar-bukan ancaman.

II. Dasar Teknologi: ChatGPT dan NLP dalam Konteks PBJ

Transformasi digital dalam sektor pengadaan barang/jasa (PBJ) memerlukan fondasi teknologi yang andal dan relevan. Salah satu terobosan terbesar dalam beberapa tahun terakhir adalah penggunaan kecerdasan buatan berbasis bahasa alami atau Natural Language Processing (NLP). Di sinilah ChatGPT hadir sebagai solusi revolusioner. Untuk memahami bagaimana sistem ini dapat diintegrasikan ke dalam pengadaan, penting untuk menelusuri elemen dasarnya.

1. Apa Itu ChatGPT?

ChatGPT adalah model bahasa generatif yang dikembangkan oleh OpenAI dan merupakan bagian dari keluarga Generative Pre-trained Transformer (GPT). Model ini dilatih dengan pendekatan unsupervised learning, menggunakan miliaran hingga triliunan kata dari beragam sumber-termasuk artikel berita, dokumen resmi, buku, kode etik, hingga percakapan daring. Tujuannya adalah membentuk kecerdasan buatan yang dapat memahami, menjawab, dan bahkan menghasilkan teks dengan struktur dan gaya yang mirip manusia.

Dalam konteks PBJ, kemampuan ini sangat berguna karena banyak dokumen pengadaan mengandung bahasa teknis, format formal, serta rujukan terhadap kebijakan dan regulasi. Beberapa fitur utama ChatGPT yang relevan bagi dunia PBJ antara lain:

  • Pemahaman Konteks Multilapis: Model ini dapat memahami konteks dari percakapan atau teks yang panjang dan kompleks. Misalnya, saat menyusun dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK), ChatGPT dapat menyesuaikan paragraf berdasarkan sektor, jenis barang/jasa, atau kebutuhan OPD.
  • Generasi Teks Presisi Tinggi: ChatGPT mampu menyusun teks yang informatif, terstruktur, dan sesuai dengan gaya bahasa formal birokrasi, yang sangat cocok untuk pembuatan dokumen seperti spesifikasi teknis, undangan penyedia, atau draft kontrak.
  • Deteksi Inkonsistensi dan Kesalahan: Dengan kecakapan semantik dan sintaksis, ChatGPT bisa menunjukkan bagian yang inkonsisten dalam penulisan, kesalahan ejaan, atau kekurangan referensi terhadap peraturan yang relevan.

Model ini juga bersifat continually learnable-yang artinya ia bisa disesuaikan melalui fine-tuning pada data internal instansi pemerintah agar lebih relevan terhadap terminologi lokal dan standar prosedur masing-masing instansi.

2. Natural Language Processing untuk PBJ

Natural Language Processing (NLP) adalah cabang dari kecerdasan buatan yang fokus pada interaksi antara komputer dan bahasa manusia. Dalam sistem pengadaan, NLP dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi pola, memahami isi dokumen, dan secara otomatis menyusun atau memverifikasi konten sesuai dengan standar peraturan yang berlaku.

Beberapa fungsi NLP dalam PBJ mencakup:

  • Named Entity Recognition (NER): Teknologi ini memungkinkan sistem mengenali istilah-istilah penting seperti “Harga Perkiraan Sendiri (HPS)”, “Service Level Agreement (SLA)”, atau “Metode Evaluasi”. Hal ini mempermudah proses pemetaan struktur dokumen yang kompleks.
  • Template Filling dan Automasi Variabel: NLP dapat membantu mengisi data variabel seperti nilai anggaran, jadwal pelaksanaan, kode kegiatan, atau uraian teknis langsung ke dalam template standar KAK, RUP, RKS, atau dokumen kontrak.
  • Regulatory Cross-Referencing: Fitur ini penting untuk memeriksa apakah isi dokumen sudah mencantumkan ketentuan dari Perpres 16/2018, Perpres 12/2021, atau aturan turunan lainnya seperti Permen, SE LKPP, atau PMK. Dengan NLP, sistem bisa menyarankan penambahan pasal tertentu yang belum tercantum.
  • Summarization dan Parafrase: Sistem juga mampu menyusun ringkasan dari dokumen panjang, serta menyarankan kalimat dengan gaya bahasa yang lebih baik namun tetap memiliki makna yang sama.

Teknologi NLP ini akan menjadi jembatan antara data yang tidak terstruktur (unstructured data) dan sistem PBJ yang memerlukan output terstruktur dengan standar baku.

3. Arsitektur Integrasi ChatGPT dalam Lingkungan PBJ

Agar ChatGPT dapat digunakan secara efektif dalam ekosistem PBJ, perlu dirancang arsitektur teknologi yang mencakup beberapa komponen penting:

  • Antarmuka Pengguna (Frontend): Biasanya berupa aplikasi web, ekstensi di Google Docs, atau plugin di MS Word yang memudahkan pengguna (ASN, pejabat pengadaan, staf teknis) berinteraksi langsung dengan ChatGPT. Tampilan ini harus ramah pengguna, mudah dipahami, dan sesuai standar UI/UX pemerintahan.
  • Layanan Backend AI (API GPT): Di sinilah seluruh proses berpikir mesin berlangsung. API ChatGPT menerima input pengguna, menganalisis konteks, lalu menghasilkan respon dalam bentuk teks yang disesuaikan dengan struktur dokumen PBJ.
  • Basis Pengetahuan Lokal: Ini adalah kumpulan data yang berisi pasal-pasal peraturan (dalam bentuk JSON/XML), template dokumen pengadaan, glosarium istilah PBJ, serta dokumen contoh dari tahun-tahun sebelumnya. Sistem bisa mencari rujukan lokal sebelum menghasilkan respon.
  • Audit Trail dan Monitoring: Semua proses yang dilakukan oleh sistem-mulai dari input pengguna, hasil keluaran AI, sampai revisi dokumen-harus terekam dalam log. Hal ini penting untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap standar audit internal pemerintah.

Dengan infrastruktur ini, ChatGPT bukan hanya menjadi alat bantu menulis, tetapi asisten cerdas yang mampu mendampingi setiap tahap dalam penyusunan dokumen PBJ, mulai dari perencanaan hingga pelaporan akhir.

III. Skenario Otomasi Dokumen Pengadaan

Implementasi ChatGPT dalam pengadaan bukan sekadar teori futuristik, tapi sudah bisa dioperasikan untuk sejumlah kasus praktis di lapangan. Berikut ini adalah skenario-skenario nyata di mana ChatGPT mampu mempercepat dan meningkatkan kualitas penyusunan dokumen PBJ.

1. Pembuatan Draft Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Umum Pengadaan (RUP)

Dokumen KAK dan RUP adalah fondasi utama proses pengadaan. Biasanya disusun oleh OPD dengan referensi kebutuhan barang/jasa tahunan.

  • Input: Ringkasan kebutuhan dari OPD, seperti jenis barang (misal: komputer, alat kesehatan), volume, nilai anggaran, dan waktu pelaksanaan.
  • Proses AI: ChatGPT dapat menyusun draft KAK yang memuat latar belakang kegiatan, tujuan pengadaan, ruang lingkup pekerjaan, metode pemilihan penyedia, serta kriteria evaluasi.
  • Output: Dokumen sesuai format LKPP, lengkap dengan placeholder untuk data yang belum pasti (seperti tanggal pasti pelaksanaan atau penetapan nilai HPS).

Dengan demikian, tim perencana tidak lagi harus menyusun KAK dari awal setiap kali, cukup dengan menginput kebutuhan dasar.

2. Penyusunan Spesifikasi Teknis

Spesifikasi teknis adalah bagian paling krusial dalam RKS. Salah satu penyebab gagal lelang seringkali karena deskripsi teknis tidak jelas atau ambigu.

  • Input: Informasi teknis umum seperti jenis alat, standar minimal (SNI/ISO), dan spesifikasi produk referensi.
  • Proses AI: ChatGPT akan menyusun bagian RKS secara detail: mencakup parameter teknis (misalnya resolusi kamera, kapasitas baterai), metode pengujian, dan kriteria penerimaan barang.
  • Output: Dokumen spesifikasi lengkap dalam bentuk tabel atau narasi yang bisa langsung diverifikasi oleh tim teknis.

3. Pengecekan Kepatuhan terhadap Regulasi

Dokumen yang sudah disusun kadang masih melewatkan beberapa klausul wajib. Kesalahan ini sering terjadi pada penyusunan kontrak dan ToR.

  • Input: Draft dokumen kontrak atau ToR dalam format .docx atau PDF.
  • Proses AI: Sistem akan menandai bagian yang berpotensi melanggar atau tidak mencantumkan ketentuan wajib, seperti pasal sanggah, jangka waktu pemeliharaan, atau denda keterlambatan.
  • Output: Laporan pengecekan dan rekomendasi revisi otomatis.

4. Ringkasan Berita Acara Evaluasi

Berita acara hasil evaluasi yang panjang bisa diringkas dengan presisi.

  • Input: Notulen rapat evaluasi dalam bentuk paragraf panjang.
  • Proses AI: ChatGPT menjalankan summarization engine untuk mengidentifikasi poin-poin utama seperti peserta rapat, metode evaluasi, hasil penilaian teknis dan harga, serta keputusan akhir.
  • Output: Dokumen ringkas dan formal, siap untuk ditandatangani dan diunggah ke SiRUP atau e-Proc.

5. Generasi Surat Undangan dan Kontrak

Setelah penyedia dipilih, instansi perlu segera menerbitkan surat undangan, draft kontrak, dan PO.

  • Input: Nama penyedia, alamat, nilai penawaran, dan tanggal pengadaan.
  • Proses AI: Mengisi template dokumen yang tersedia dengan data tersebut dan menyesuaikan paragraf berdasarkan jenis pekerjaan.
  • Output: Surat undangan atau kontrak dengan semua elemen administratif terisi otomatis dalam hitungan detik.

IV. Arsitektur Teknis dan Implementasi

Agar ChatGPT benar-benar dapat berfungsi sebagai mitra digital dalam penyusunan dokumen pengadaan, diperlukan rancangan arsitektur teknis yang matang, modular, dan sesuai dengan kebutuhan keamanan serta kepatuhan sektor pemerintahan. Arsitektur ini tidak hanya harus mampu menjalankan permintaan pengguna secara akurat dan cepat, tetapi juga harus kompatibel dengan sistem pengadaan yang sudah ada seperti SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik), SIRUP, dan e-Katalog.

1. Integrasi dengan Sistem Pengadaan yang Ada

Langkah awal dalam implementasi adalah mengintegrasikan ChatGPT ke dalam ekosistem pengadaan yang sudah berjalan. Hal ini dilakukan melalui middleware atau API gateway yang menjadi penghubung antara antarmuka pengguna (user interface) dan engine pemrosesan natural language dari ChatGPT. Ketika pejabat pengadaan memilih opsi “Generate Draft” dari dashboard SPSE atau aplikasi pendukung lainnya, sistem akan mengirimkan permintaan (request) yang berisi parameter dokumen-misalnya jenis pengadaan, nilai anggaran, dan lokasi pelaksanaan-ke ChatGPT untuk diproses secara otomatis. Middleware bertugas untuk menyesuaikan format data, memastikan sanitasi input, serta menyisipkan token autentikasi guna menjamin keamanan koneksi.

2. Penyusunan Knowledge Base dan Fine-Tuning Model

Agar output yang dihasilkan sesuai dengan norma-norma pengadaan di Indonesia, model GPT perlu dilatih secara khusus. Proses ini mencakup fine-tuning dengan kumpulan data yang berisi ribuan dokumen real pengadaan seperti Kerangka Acuan Kerja (KAK), Rencana Umum Pengadaan (RUP), dokumen kontrak, dan Berita Acara. Dataset ini mencakup berbagai sektor (konstruksi, jasa konsultansi, pengadaan barang rutin, dsb.) dan dilengkapi dengan terminologi khas PBJ Indonesia seperti “e-purchasing,” “nilai HPS,” “penyedia tunggal,” dan format-format yang berlaku sesuai peraturan LKPP.

Untuk akurasi yang lebih tinggi, dilakukan pula pelabelan data secara manual agar model mengenali struktur kalimat dokumen pengadaan, kewajiban legal, serta istilah yang sering disingkat dalam dokumen resmi (seperti PPK, Pokja, SPSE, dsb.). Dengan demikian, AI dapat menyusun dokumen yang tidak hanya bahasa-nya formal, tapi juga sah secara hukum.

3. Antarmuka Pengguna yang Bersahabat

Penting untuk memastikan bahwa antarmuka ChatGPT mudah digunakan oleh para pelaksana pengadaan yang belum tentu berlatar belakang teknologi. Pengembangan dilakukan dalam bentuk add-in pada Microsoft Word dan Google Docs. Add-in ini menyediakan panel interaktif di sisi kanan dokumen yang memungkinkan pengguna memilih jenis dokumen (KAK, kontrak, Berita Acara, dll.) melalui dropdown menu, mengisi variabel seperti anggaran, nama kegiatan, hingga lokasi pengadaan. Setelah parameter diisi, pengguna cukup menekan tombol “Generate”, dan ChatGPT akan menyisipkan draf otomatis langsung ke dokumen.

4. Keamanan dan Kepatuhan Data

Aspek keamanan menjadi tulang punggung dalam arsitektur ini. Setiap request dan response dari/ke ChatGPT dienkripsi secara end-to-end menggunakan TLS/SSL. Sistem bersifat stateless agar data tidak tersimpan lama dalam memori. Data sensitif seperti nama instansi atau nilai pengadaan tidak disimpan secara permanen. Selain itu, disiapkan mekanisme audit log yang mencatat setiap aktivitas penggunaan AI, baik untuk tujuan pemantauan kinerja, evaluasi pengguna, maupun audit internal atau eksternal oleh LKPP dan BPK.

5. Monitoring dan Continuous Improvement

Setiap interaksi dengan AI dilacak dalam dashboard internal yang mencatat waktu tanggapan, tingkat keberhasilan generasi, serta skor kepuasan pengguna. Feedback ini menjadi input untuk proses retraining model secara berkala agar akurasi terus meningkat. Proses ini membentuk feedback loop yang membuat ChatGPT makin cerdas dalam menyusun dokumen pengadaan yang relevan dan presisi.

V. Manfaat Bisnis dan Organisasi

Implementasi ChatGPT dalam proses penyusunan dokumen pengadaan bukan hanya sebuah langkah digitalisasi, tetapi juga merupakan lompatan kuantum menuju otomatisasi cerdas yang dapat mengubah lanskap pengadaan pemerintah secara menyeluruh. Manfaat yang dirasakan bersifat multidimensi-dari efisiensi waktu, penghematan biaya, hingga transformasi budaya kerja.

1. Efisiensi Waktu yang Signifikan

Proses penyusunan dokumen pengadaan, terutama pada tahap awal seperti KAK dan dokumen pemilihan, sering kali menyita waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, terutama jika tim PBJ kekurangan sumber daya atau menghadapi tenggat waktu yang ketat. Dengan otomatisasi melalui ChatGPT, waktu penyusunan dapat dipangkas hingga 70% atau lebih. Dalam hitungan menit, draft awal dapat dihasilkan, diverifikasi oleh PPK, lalu dikembangkan lebih lanjut. Ini memungkinkan tim untuk menyusun dokumen secara simultan dan paralel tanpa saling menunggu, sehingga percepatan proses pengadaan menjadi nyata.

2. Pengurangan Biaya Administratif

Dalam banyak kasus, instansi pemerintah mengandalkan tenaga ahli eksternal atau konsultan untuk menyusun dokumen-dokumen teknis pengadaan. Ini bukan hanya mahal, tetapi juga memperbesar risiko ketidakkonsistenan antar dokumen. Dengan menggunakan ChatGPT, kebutuhan akan jasa eksternal berkurang drastis, sehingga pengeluaran untuk honorarium konsultan dan biaya cetak ulang dokumen dapat ditekan. Bahkan biaya yang tidak terlihat seperti lembur pegawai atau pemakaian kertas dan printer dalam jumlah besar dapat diminimalkan.

3. Konsistensi dan Kepatuhan terhadap Regulasi

Salah satu tantangan dalam penyusunan dokumen PBJ adalah inkonsistensi dalam bahasa hukum dan format antar dokumen, yang bisa menimbulkan kerancuan bahkan potensi sanggahan dari peserta tender. Dengan model AI yang telah dilatih khusus, ChatGPT mampu menghasilkan dokumen yang konsisten dengan template terbaru dari LKPP dan menyisipkan referensi peraturan yang relevan secara otomatis. Klausul-klausul penting seperti jaminan pelaksanaan, ketentuan denda, dan kriteria evaluasi juga dimasukkan secara sistematis, menghindari kelalaian yang bisa berujung pada pelanggaran hukum atau temuan audit.

4. Peningkatan Kapasitas SDM

Dengan beban kerja administratif yang dikurangi oleh otomatisasi, staf pengadaan dapat memfokuskan waktu dan energi mereka pada aspek strategis seperti identifikasi risiko pengadaan, pengembangan strategi sourcing, analisis pasar, serta negosiasi nilai tambah dengan penyedia. Hal ini mendorong perubahan budaya kerja dari sekadar pelaksana teknis menjadi manajer pengadaan yang lebih strategis. Selain itu, waktu yang tersedia dapat dialokasikan untuk pelatihan, sertifikasi, dan pengembangan kompetensi lainnya.

5. Skalabilitas dan Replikasi

Keunggulan lain dari otomasi ChatGPT adalah skalabilitasnya. Sistem ini dapat diterapkan pada berbagai jenis belanja-mulai dari pengadaan barang habis pakai, jasa kebersihan, pekerjaan konstruksi, hingga belanja modal besar. Dengan pendekatan modular, instansi tinggal memilih domain pengadaan dan template yang sesuai. Ke depan, sistem ini bahkan bisa dikembangkan untuk membantu penyusunan evaluasi penawaran, analisis HPS, dan pembuatan laporan pertanggungjawaban akhir kegiatan.

Singkatnya, ChatGPT membawa perubahan nyata yang bersifat menyeluruh-tidak hanya membuat pekerjaan lebih cepat dan hemat, tetapi juga meningkatkan kualitas, integritas, dan akuntabilitas proses pengadaan itu sendiri.

VI. Tantangan dan Mitigasi

Meskipun potensi ChatGPT dalam mempercepat dan menyederhanakan penyusunan dokumen pengadaan sangat besar, penerapannya tidak lepas dari sejumlah tantangan. Beberapa tantangan utama dan strategi mitigasinya dijelaskan berikut:

1. Kualitas Output AI

Salah satu tantangan utama adalah kemungkinan keluaran ChatGPT yang tidak akurat atau tidak kontekstual, terutama jika model dilatih pada data terbatas atau tidak relevan. Misalnya, penggunaan istilah teknis yang salah atau penempatan pasal peraturan yang tidak sesuai.

Mitigasi: Solusinya adalah dengan melakukan fine-tuning secara berkala menggunakan dokumen-dokumen valid dari instansi pengguna. Dataset pelatihan perlu mencakup KAK, RUP, kontrak, dan dokumen pendukung lainnya dari berbagai sektor pengadaan. Selain itu, proses validasi output perlu dijalankan oleh tenaga ahli PBJ untuk menjamin kualitas final sebelum digunakan secara resmi.

2. Keamanan Data

Isu keamanan dan privasi data sangat krusial, terutama karena ChatGPT versi default berbasis cloud dan menyimpan log interaksi pengguna. Ini berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap kebijakan keamanan informasi pemerintah.

Mitigasi: Solusinya adalah dengan menggunakan versi self-hosted atau memastikan konfigurasi penggunaan API OpenAI tidak menyimpan data (opt-out dari data retention). Selain itu, hanya metadata atau parameter input yang bersifat non-sensitif yang dikirimkan ke server AI, dan hasil olahan bisa dienkripsi secara end-to-end.

3. Adopsi Pengguna

Teknologi baru sering kali menghadapi resistensi, terutama dari staf senior atau pengguna yang sudah terbiasa dengan cara kerja manual. Mereka mungkin merasa AI mengancam peran mereka atau tidak percaya pada akurasi teknologi.

Mitigasi: Pendekatan mitigasi adalah membangun kepercayaan melalui pelatihan, demonstrasi langsung (hands-on workshop), serta publikasi kisah sukses internal melalui buletin atau media komunikasi internal. Pengguna juga perlu dilibatkan dalam proses evaluasi dan perbaikan sistem agar merasa memiliki (sense of ownership).

4. Ketertinggalan Regulasi

ChatGPT yang tidak diperbarui dapat menyarankan format atau pasal yang sudah tidak relevan karena perubahan peraturan seperti revisi Perpres atau Surat Edaran LKPP terbaru.

Mitigasi: Sinkronisasi knowledge base AI dengan pembaruan regulasi harus dijadwalkan secara harian atau mingguan. Bisa dilakukan dengan sistem crawling otomatis ke situs JDIH atau dokumen resmi LKPP dan menyuntikkannya ke dalam sistem retraining.

5. Biaya Lisensi dan Operasional

Penggunaan API GPT-4 atau penyimpanan data secara privat tidak gratis. Instansi harus menyiapkan anggaran untuk penggunaan jangka panjang.

Mitigasi: Analisis biaya-manfaat (ROI) perlu dilakukan sejak awal, membandingkan penghematan waktu dan biaya revisi dengan nilai kontrak lisensi. Alternatif open-source seperti LLaMA atau fine-tuned BERT lokal juga bisa dievaluasi untuk efisiensi biaya jangka panjang.

VII. Studi Kasus: Penerapan Awal di Pemprov X

Salah satu contoh penerapan nyata ChatGPT dalam pengadaan publik dapat dilihat dari pilot project yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi X, khususnya dalam menyusun draft Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk pengadaan alat kesehatan.

Latar Belakang

Sebelum menerapkan ChatGPT, proses penyusunan KAK membutuhkan waktu antara 2 hingga 3 jam, terutama karena referensi harus diambil dari berbagai sumber manual, seperti peraturan teknis, spesifikasi katalog, dan template dokumen sebelumnya. Banyak kesalahan terjadi, mulai dari pasal yang tertukar, ketidaksesuaian regulasi, hingga typo dalam rincian anggaran.

Implementasi Awal

Sebagai langkah awal, tim PBJ Provinsi X mengumpulkan sekitar 200 dokumen KAK lama dari berbagai tahun dan sektor, yang kemudian digunakan untuk fine-tuning model GPT-3.5 melalui kerja sama dengan vendor teknologi lokal. Model tersebut kemudian diintegrasikan sebagai add-in ke dalam Microsoft Word yang digunakan oleh para pejabat pembuat komitmen (PPK) dan staf teknis.

Pengguna cukup memilih jenis dokumen (misalnya: “KAK Pengadaan Alat Kesehatan”) dan memasukkan parameter dasar seperti nilai anggaran, lokasi proyek, serta tenggat pelaksanaan. Dalam waktu kurang dari 10 menit, sistem menghasilkan draft KAK yang telah berisi ringkasan kegiatan, tujuan, ruang lingkup pekerjaan, dan indikator output.

Hasil dan Evaluasi

Hasil awal menunjukkan efisiensi luar biasa: pembuatan draf KAK dipangkas hingga 80%, dengan draft pertama selesai dalam waktu 8-10 menit dibandingkan rata-rata 3 jam kerja manual. Editor PBJ memberi skor rata-rata 4.2 dari 5 untuk keakuratan terminologi dan struktur dokumen.

Peningkatan dan Pengembangan Lanjut

Setelah fase pertama, tim menambahkan dataset dari Perpres 12/2021 dan Perlem LKPP terbaru untuk melengkapi konten regulatif. Modul pengujian tambahan juga dikembangkan untuk mendeteksi potensi missing clause atau ketidaksesuaian logika antarbagian dokumen. Rencana selanjutnya adalah memperluas cakupan ke dokumen kontrak, HPS, dan berita acara evaluasi.

Studi ini membuktikan bahwa penerapan AI tidak hanya memungkinkan dari sisi teknis, tetapi juga diterima oleh pengguna jika dibarengi dengan pelibatan aktif dan pelatihan berkelanjutan.

VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi

ChatGPT menawarkan lompatan besar dalam cara instansi pemerintah menyusun dokumen pengadaan barang/jasa. Dengan kemampuan menghasilkan draft cepat, akurat, dan seragam, teknologi ini dapat menjadi pilar utama dalam upaya digitalisasi tata kelola pengadaan. Kelebihannya tidak hanya terletak pada efisiensi waktu dan biaya, tetapi juga pada peningkatan kualitas dokumen dan kepatuhan terhadap regulasi.

Namun, implementasi tidak bisa dilakukan secara serampangan. Keberhasilan ChatGPT dalam penyusunan dokumen PBJ sangat tergantung pada empat faktor utama:

  1. Dataset Berkualitas: Model perlu dilatih dan diperbarui secara berkala dengan referensi dokumen terbaru, baik dari sisi substansi teknis maupun regulatif.
  2. Keamanan dan Privasi: Pemerintah harus menjamin perlindungan data sensitif, baik melalui self-hosting, enkripsi, maupun kebijakan data retention yang ketat.
  3. Pendampingan Pengguna: Transformasi digital membutuhkan pendekatan manajemen perubahan. Workshop, demo, dan dukungan teknis sangat krusial agar staf merasa terbantu, bukan digantikan.
  4. Evaluasi Berkelanjutan: Sistem umpan balik harus dibangun secara sistematis, termasuk audit berkala terhadap hasil AI, dashboard performa, dan siklus retraining model.

Dengan pendekatan menyeluruh yang menggabungkan teknologi, kepatuhan hukum, serta adaptasi budaya organisasi, ChatGPT dapat berperan sebagai asisten cerdas yang merevolusi birokrasi. Otomasi dokumen pengadaan bukan sekadar tren-melainkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas pengelolaan anggaran publik di era digital.

Bagikan tulisan ini jika bermanfaat